Saturday, January 29, 2011

Aborsi


ABORSI

By: Tu’nas Fuaidah



Perkataan aborsi dalam bahasa inggris disebut dengan abortion berasal dari bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Aborsi secara kebahasaan berarti pengguguran kandungan atau membuang janin. Sedangkan menurut istilah aborsi mempunyai beberapa pengertian, diantaranya:
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa, aborsia adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup diluar kandungan. Dalam bahasa Arab disebut dengan اسقاط الحمل


Dalam al-Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara rinci dan tegas tentang masalah aborsi, akan tetapi Islam seperti agama lain menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Terdapat sejumlah ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang ini diantaranya:
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka didaratan dan dilautan, kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hokum qis}as}, atau bukan karena membuat kerusuhan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.”

Selain menjunjung tinggi kehidupan, dalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat lain yang mengingatkan manusia agar tidak melakukan pembunuhan.

“Dan janganlah kamu membunuh nyawa seseorang yang dilarang Allah kecuali dengan alasan yang benar.”
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang member rizqi kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.”
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh.”
“Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha pengasih padamu.”

Dari beberapa ayat diatas kita dapat menganalisis implikasi ayat-ayat yang disebutkan diatas. Ayat (no.2 dan 3) secara eksplisit menyebutkan bahwa kehidupan manusia itu suci sehingga tidak dapat diakhiri kecuali bila dilakukan untuk suatu sebab, seperti dalam eksekusi atau dalam perang. Ayat (no.4 dan 5) merujuk pada kebiasaan yang terjadi pada masa bangsa Arab zaman dahulu sebelum Islam, yaitu wa’d, penguburan hidup-hidup terhadap bayi-bayi wanita. Sedangkan ayat (no.6) merujuk pada tindakan mencabut nyawa (bunuh diri yang merupakan dosa besar menurut Islam). Selanjutnya ayat (no.1) isinya meringkas pesan alQur’an mengenai kesucian kehidupan manusia.
            Selain beberapa ayat di atas, Nabi juga pernah bersabda tentang larangan pembunuhan, yaitu:

Kini, harus diperhatikan bahwa meskipun semua ayat dan hadist yang disebutkan diatas, memang mempunyai hubungan langsung dengan kesucian kehidupan umat manusia sebagai satu kesatuan, namun tidak satupun yang berhubungan langsung dengan masalah aborsi. Meskipun begitu tidaklah mustahil untuk menyangkal bahwa al-Qur’an dan hadis memandang  kehidupan  dalam bentuk apapun haruslah dipelihara dan tidak boleh dihancurkan kecuali untuk suatu sebab atau alasan yang benar.


Muhammad Mekki Narici mengatakan bahwa semua Literatur hukum Islam dari madhab-madhab yang ada sepakat untuk mangatakan bahwa aborsi adalah perbuatan aniaya dan sama sekali tidak diperbolehkan kecuali jika aborsi di dukung dengan alasan yang benar. Al-Qardhawi mengatakan bahwa semua ulama Islam berendapat bahwa aborsi, setelah terjadinya ruh pada janin adalah haram dan merupakan kejahatan. Tidak seorang muslimpun boleh melakukannya karena ini merupakan kejahatan terhadap makhluk hidup yang telah sempurna hidupnya.
Ibn ‘Abidin salah seorang pelopor madhab ini, mengatakan bahwa izin untuk menggugurkan  bergantung pada keabsahan alasan yang sah untuk melakukan aborsi sebelum bulan keempat kehamilan adalah dalam kasus adanya bayi yang sedang disusui. Kehamilan baru, meneyebabkan berakhirnya masa menyusui bayi ini. Yang dikhawatirkan bayi ini akan meninggal. Berkenaan dengan ini, maka wanita diizinkan untuk menggugurkan janin demi kelangsungan hidup bayinya yang pertama.
Pandangan madhab ini mengenai aborsi ditemukan dalam hashiyah al-dasuqi. Dikatakan bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan aborsi bila air mani telah tersimpan dalam rahim, meskipun belum berumur 40 hari (setelah kehamilan). Setelah peniupan ruh, aborsi sama sekali diharamkan
Imam al-Ghazali, salah seorang pemikir terpenting dari madhab ini, dalam ihya ‘ulum al-din mengatakan bahwa kontrasepsi tidak sama dengan aborsi atau wa’d (mengubur bayi wanita hidup-hidup). Karena aborsi adalah kejahatan dalam makhluk hidup. Kehidupan makhluk memiliki tahapan-tahapan. Tahap pertama adalah masuknya air mani dalam rahim dan bercampur dengan sel telur wanita. Kemudian siaplah ia menerima kehidupan. Mengganggunya merupakan kejahatan. Bila ia memperoleh ruh dan telah sempurna bentuknya, maka kejahatannya menjadi lebih berat. Kejahatan mencapai tingkat yang paling serius bila aborsi dilakukan setelah janin terpisah (dari ibu) dalam keadaan hidup.
Ibn Qudamah, dalam al-Mughni, memberikan pendapat madhab ini dengan mengatakan barang siapa memukul perut wanita hamil dan dia mengalami keguguran karenannya maka orang yang memukulnya harus memberikan uang tebusan. Begitu juga, bila seorang wanita hamil meminum obat yang menyebabkan dia keguguran maka dia harus memberikan uang tebusan juga.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua ulama Fiqh dari seluruh madhab sepakat bahwa melakukan aborsi  sesudah masa kehamilan 16 minggu merupakan dosa besar dan pantas diganjar hukuman. Sebagian ulama fiqh menunjukkan kelonggaran sebelum masa kehamilan 16 minggu, kelonggaran ini juga ditujukan bagi pengguguran yang dilakukan karena benar-benar terpaksa dan alasan-alasan yang dibenarkan.

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa aborsi diperbolehkan sebelumbulan keempat kehamilan dalam 3 kasus berikut:
Hampir semua ulama fiqh sepakat bahwa jika pada kasus 1 yang ada di atas itu, aborsi dibenarkan. Tetapi jika nyawa ibu terancam setelah bulan keempat kehamilan maka masalahnya akan serius. Sebab, setelah periode 120 hari ulama Islam berpendapat bahwa peniupan ruh telah terjadi, sehingga janin memiliki hak yang sama untuk hidup seperti ibunya. Akan tetapi daam kasusu seperti ini Islam mengambil prinsip:
ارتكاب اخف الضررين واجب
“menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua yang berbahaya itu wajib”
Hidup satu orang lebih diutamakan dibanding kehilangan keduanya. Syaikh Syaltut dalam al-Fatawa menganjurkan agar nyawa ibu dalam kasus tersebut harus didahulukan dan janin digugurkan.

Jadi dalam hal ini Islam tidak membenarkan tindakan menyelamatkan janin dengan mengorbankan si calon ibu, karena eksistensi ibu lebih diutamakan, mengingat dia merupakan tiang/ sendi keluarga (rumah tangga) dan dia telah mempunyai beberapa hak dankewajiban, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama makhluk.  Berbeda dengan si janin selama ia belum lahir di dunia dalam keadaan hidup, ia tidak / belum mempunyai hak, seperti hak waris dan juga belum mempunyai kewajiban apapun.

Daftar Pustaka

Dasuki, Hafidz, dkk., Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ikhtiyar Baru Van Hotve, 1994.

Hasan, M. Ali, (Ed.), Masail Fiqhiyah al-Haditsah: Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam,  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Hathout, Hasan, Revolusi Seksual Perempuan obstetri dan Ginekologi dan Tinjauan Islam, terjemah; Yayasan Kesehatan Ibnu Sina, Bandung: Mizan, 1996.

Muhammad, Kartono, Teknologi Kedokteran dan tantangannya Terhadap Giotika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

al-Qardhawi, Yusuf, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, Kairo: Maktabah al-Wabah, 1980.

Syaltut, Mahmud,  Akidah dan Syari’ah Islam Jilid 2, terjemah: Fachrudin Hs., Jakarta: Bina Aksara, 1985.

Syaltut, Mahmud, Al-Fatawa, Mesir: Darul Qalam. tt.

Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997.

Efek Tidur dengan Lampu Menyala


Efek Tidur dengan Lampu Menyala

Ternyata kita tidak boleh menyepelekan kebiasaan tidur. Karena dari kebiasaan itu sangat menentukan kesehatan atau bahkan sebagai alarm awal sebagai tanda tanda kita mengidap suatu penyakit.
Tidur dengan membiarkan lampu dalam keadaan menyala dapat berakibat buruk terhadap kesehatan. Anak-anak yang tidur dengan lampu menyala beresiko mengidap leukemia. Para ilmuwan menemukan bahwa tubuh perlu suasana gelap dalam menghasilkan zat kimia pelawan kanker. Bahkan ketika menyalakan lampu toilet, begadang, bepergian melintas zona waktu, lampu-lampu jalanan dapat mengghentikan produksi zat melatonin. Tubuh memerlukan zat kimia untuk mencegah kerusakan DNA dan ketiadaan zat melatonin tersebut akan mengehentikan asam lemak menjadi tumor dan mencegah pertumbuhannya.
Prof. Russle Reiter dari Texas University yang memimpin penelitian tesebut mengatakan “sekali anda tidur dan tidak mematikan lampu selama 1 menit. Otak anda segera mendeteksi bahwa lampu menyala seharian dan produksi zat melatonin menurun”. Jumlah anak-anak pengidap leukemia naik menjadi dua kali lipat dalam kurun 40 tahun terakhir. Sekitar 500 anak muda di bawah 15 tahun didiagnosa menderita penyakit ini pertahun dan sekitar 100 orang meninggal.
Sebuah konferensi tentang anak penderita leukemia diadakan di London menyatakan bahwa orang menderita kanker akibat terlalu lama memakai lampu waktu tidur. Hal ini menekan produksi melatonin dimana normalnya terjadi antara jam 9 malam sampai jam 8 pagi. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa orang-orang yang paling mudah terserang adalah para pekerja shift.
Pada kenyataannya orang-orang buta memiliki resiko yang lebih rendah mengidap kanker. Maka para orang tua disarankan untuk menggunakan bola lampu yang suram berwarna merah atau hijau, jika anak-anaknya takut dalam kegelapan. Akan tetapi tidur dalam keadaan gelap total akan lebih baik.

Saturday, January 8, 2011

Perguruan Tinggi Islam di Era Global


PERGURUAN TINGGI ISLAM
DI ERA GLOBAL

Oleh: Tu’nas Fuaidah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.[1] Sehingga merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan potensi agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Era globalisasi membuka mata kita untuk melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya agar tiak tertinggal dari yang lain.[2]
Mempersiapkan suatu masyarakat yang mampu bersaing merupakan salah satu tugas perguruan tinggi yang berkembang saat ini. Masing-masing Perguruan Tinggi dengan segala keterbatasannya dituntut untuk menawarkan berbagai kiat dan ketrampilan yang diperkirakan akan bermanfaat bagi masyarakat dalam memasuki era globalisasi, sehingga mereka nantinya tidak menjadi masyarakat yang tertinggal dibanding dengan masyarakat yang memiliki daya saing yang tinggi. Dalam mencapai maksud tersebut, berbagai program ditawarkan, yang orientasi ahlinya adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM), yang merupakan kunci utama dalam menghadapi daya saing yang tinggi tersebut. Meskipun demikian tidak semua Perguruan Tinggi mampu menawarkan program yang seimbang bagi pengembangan SDM yang meliputi berbagai aspek, terutama aspek moral.[3]
B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas tersebut, maka beberapa permasalahan yang berkaitan langsung dengannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa saja ciri-ciri dan dampak globalisasi?
2.      Bagaimana keunggulan PTAI di era global?
3.      Bagaimana peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi?
4.      Problem-problem apa saja yang dihadapi PTAI?
C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:
  1. Mengetahui ciri-ciri dan dampak negatif globalisasi itu.
  2. Mengetahui keunggulan PTAI di era global
  3. Mengetahui peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi
  4. Mengetahui problem yang dihadapi PTAI
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ciri-ciri dan Dampak Negatif Globalisasi
1.      Ciri-ciri Globalisasi
Secara umum pergaulan global yang terjadi saat ini dan masa-masa yang akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai berikut:
-          Terjadi pergeseran; dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi, dari keseimbangan kekuatan (balance power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest)
-          Hubungan antar negara /bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke arah saling tergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar (bargaining position)
-          Batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara dan komunitas dalam interaksinya dengan negara (komunitas lain) ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komoeratif (comperative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage)
-          Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan.
-          Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak efisien.[4]
2.      Dampak negatif globlalisasi
Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia sungguh tidak dapat dipuingkiri. Namun, aspek kemanfaatan itu tidak harus melalaikan kita dari dampak negatif yang ditimbulkannya, dampak negatif tersebut meliputi:
-          Pemiskinan nilai spiritual, tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.
-          Sebagian manusia seakan-akan mengalami kejatuhan dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyah menjadi pemandu kehidupan.
-          Peran agama digeser menjadi urusan aherat sedangkan urusan dunia menjadi wewenang sains (sekulastik)
-          Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan.
-          Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme, birokratisme dan otoriterisme.
-          Individualistik. Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit terkecil pengambil keputusan. Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, tidak lagi bertanggung jawab pada keluarga. Ikatan moral dalam keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga yang teramat tradisional.[5]
-          Terjadinya frustasi eksitensial dengan ciri-cirinya: Pertama, hasrat yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang mencari kenikmatan, yang biasanya tercermin dalam perilaku yang berlebihan untuk mengumpulkan uang, untuk bekerja, dan kenikmatan seksual. Kedua, kehampaan eksistensial berupa perasaan serba hampa, tak berarti hidupnya, dan lain-lain. Ketiga, neuroris neogenik; perasaan hidup tanpa arti, bosan, apatis, tak mempunyai tujuan dan sebagainya.[6]
-          Akibat globalisasi informasi, manusia akan menghadpai tantangan globalisasi nilai, apa yang diterima melalui informasi oleh sebagian orang dikukuhkan menjadi nilai yang dianggap baik, terutama oleh generasi atau kelompok yang belum memegang nilai agama dan nilai sosial dan budaya dengan kuat. Sehingga, sebagian orang terutama generasi muda boleh jadi akan kehilangan kreatifitas, karena kenikmatan kemajuan. Sehingga apabila uncul tantangan, mereka akan mengalami keterlanjutan.[7]
B.     Beberapa Problem yang dihadapi PTAI[8]
  1. Raw input
Banyaknya peraturan-peraturan pemerintah, maka lembaga-lembaga pendidikan yang ada dituntut untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang dimaksud. Madrasah mulai dari tingkat dasar sampai menengah disebut dengan sekolah yang berciri khas Islam. Penanaman ini mengandung konsekuensi bahwa kurikulumnya sama dengan kurikulum sekolah dan ditambah dengan ciri khas Islam.
Untuk Madrasah Aliyah Umum (MAN), kurikulumnya sama persis dengan Sekolah Umum (SMU), yakni yang terdiri dari 3 program: IPA, IPS, dan Bahasa. Dari pembagian program tersebut dapat diambil kesimpulan:
a.       Siswa MAN tidak dipersiapkan secara akademik untuk memasuki Perguruan Tinggi Islam.
b.      Kesiapan mental siswa MAN juga bukan ditempa untuk memasuki Perguruan Tinggi Islam
Bertolak dari 2 asumsi di atas, maka secara kuantitatif tidak mustahil akan berkurangnya minat siswa MAN untuk memasuki PTAI. Selain itu, seandainya mereka memasuki PTAI, permasalahan yang mendasar adalah ilmu-ilmu basic keagamaan dan bahasa arab yang mereka miliki lemah.
  1. Tenaga Pengajar
Secara umum kuantitas tenaga pengajar PTAI belum mencapai rasio yang ideal antara perbandingan jumlah dosen dengan mahasiswa. Dari segi kualitas-bila kualitas-ditujukan kepada derajat pendidikan dosen, memang masih terdapat kesenjangan antara tenaga dosen yang berpendidikan S1, S2, S3. sebab yang mendominasi pendidikan S1.
  1. Out put
Masalah yang sering muncul adalah tentang lapangan kerja, dan persoalan ini tidak hanya dialami oleh alumni PTAI saja, tetapi hampir seluruh alumni perguruan tinggi. Oleh karena itu, PTAI harus memberikan ketrampilan berwiraswasta kepada mahasiswanya.
  1. Proses belajar mengajar
Proses belajar mengajar ini tergantung pada dua hal pokok, pertama sarana dan fasilitas, kedua ketrampilan tenaga pengajar, sampai sekarang masalah pertama pada umumnya baru terpenuhi pada hal-hal bersifat primer. Sedangkan masalah ketrampilan mengajar sikap mental adalah salah satu yang paling menentukan kesuksesan belajar-mengajar.
  1. Kurikulum
Permasalahan yang diusahakan pada kurikulum PTAI ini, perlu dipersulit. Sehingga mata kuliah yang betul-betul terarah kepada pembentukan indikator-indikator individu yang diciptakan. Tumpang tindih dalam pembahasan bidang ilmu-ilmu agama sering muncul, dan dapay disajikan dalam bentuk yang utuh. Selain itu, perlu diprogram jenis ketrampilan yang mungkin dapat diwujudkan.

C.    Peran PTAI dalam Penegakan Nilai-nilai Moral di Era Globalisasi
Dalam era globalisasi di mana arus informasi sangat deras dan cepat, tidak dapat disangkal lagi bahwa peperangan ideologi akan merambah setiap negara. Secara psikologis setiap individu dan setiap masyarakat akan mencari identitasnya dalam komunitas dunia. Dunia Islam pernah menajdi promotor dalam kebudayaan dunia pada masa keemasannya, namun kondisi itu berbalik saat ini.
Muhammad Quth mengatakan:
Agaknya untuk dimengerti bahwa realitas kontemporer komunitas muslim dewasa ini yang terburuk sepanjang sejarahnya, tidak perlu memeras otak dan mengerahkan tenaga besar. Demikian halnya pula jika ingin mengerti kondisi buruk kaum muslimin yang bahkan keadaannya lebih memprihatinkan dari pada Jahiliyah yang mengepungnya. Jahiliyah kontemporer dalam banyak hal kelihatan berada di puncak  dengan segala kegagahannya, sementara kehidupan komunitas muslim berada pada posisi pinggir, berputar dalam rotasi Jahiliyah modern.

Lebih lanjut Muhammad Qutb menyatakan bahwa kemunduran yang dialami umat Islam ialah karena ia telah meninggalkan agamanya. Meskipun diantara umat Islam masih mendengungkan dengan setia kalimat tauhidnya namun, keislamannya telah rusak sehingga kalimat tauhid yang diucapkannya hanya vertibalitas belaka sehinghga kemudian ibadah yang dilakukan hanya rutinitas dan tradisi.[9]
Perkembangan masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, menggiring masyarakat ke dalam kehidupan materialis dan cenderung sekular dengan memisahkan sektor kehidupan dunia dari agama.
Dengan kata lain, kekayaan khazanah Islam tidak akan memiliki arti apabila tidak dilakukan internalisasi nilai-nilai Islam itu dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dalam hal internalisasi nilai-nilai ini setidaknya ada 3 pendekatan yang telah dikembangkan dalam khazanah pengembangan moral. Tiga pendekatan tersebut berada dalam dua dimensi yang telah dipergunakan untuk mendefinisikan hakekat dari suatu keputusan moral. Dimensi-dimensi itu adalah:
1)      Isinya digunakan dalam membuat satu keputusan moral, yaitu nilai-nilai, tradisi dan lain-lain.
2)      Hakekat proses berfikir yang digunakan untuk mengorganisasi nilai-nilai ini dan untuk membuat keputusan.
Untuk itu semua intuisi, fasilitas dan sarana yang adal di dalam masyarakat Islam harus digunakan, terlebih lagi perguruan tinggi agama Islam sebagai wahana tertinggi dalam kajian dan pendidikan Islam.
Di sinilah tantangan terbesar bagi PTAI, yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islam yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi ini.[10]
Pendidikan merupakan kunci utama dalam hal ini, tentu saja internalisasi Islam tersebut tidak akan dapat diwujudkan bila ia hanya mengandalkan pendidikan formal, setiap sektor pendidikan formal, non-formal dan informal, harus difungsikan secara integral.
Diantara jalan ini untuk merealisasikan perwujudan hamba Allah yang berkesinambungan tersebut, perlu dirumuskan kebijakan pendidikan umat yang mampu membentuk, mengembangkan dan melaksanakan penghayatan sumber-sumber agama, alam dan sejarah serta pengamalan kemampuan dan ketrampilannya untuk mencapai kesejahteraan dan peningkatan peradilan Islam.[11]

Perguruan tinggi Islam memiliki prospek yang cerah dalam proses ini, sebab salah satu modal yang dimiliki umat Islam dibidang pendidikan ialah kesadaran dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai materi program pendidikan dan sebagai sumber nilai.[12]
Lebih jauh dalam upaya menciptakan masyarakat yang menjiwai norma-norma agama diharapkan setiap Perguruan Tinggi Agama Islam dapat menanamkan dan mengembangkan prinsip-prinsip moral Islam, sesuai misi Rasul, ÇäãÇ ÈÆËÊ áÇ Êãã ãßÇÑã ÇáÇÎáÇÞ  sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Tuntutan masa depan bagi Perguruan Tinggi Agama Islam adalah menghasilkan alumni yang memiliki moral yang tinggi serta kedalaman ilmu pengetahuan. Dalam pada itu secara intuisi, Perguruan Tinggi Agama Islam diharap dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara internal di lingkungan kampus dan dapat menyebarluarkannya di masyarakat.[13]

D.    Keunggulan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
Ciri khas yang menandai Perguruan Tinggi Agama Islam terlihat secara jelas pada beban studi yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang dihasilkannya. Sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia (SDM), Perguruan Tinggi Agama Islam secara konsisten berupaya menghasilkan produk yang memiliki berbagai kompetensi. Diantaranya kompetensi akademik yang berkaitan dengan metodologi keilmuan, kompetensi profesional yang menyangkut dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan, dan kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap persoalan yang berkembang.
Sasaran ini tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan sekaligus memenuhi panggilan al-Qur'an yang memotivasi penajaman intelektual. Dengan demikian, idealnya, SDM yang dihasilkan lembaga pendidikan tinggi Islam memiliki kualitas yang handal dan mampu bersaing di tengah masyarakat. Selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM yang merupakan kunci kemampuan daya saing yang tinggi, Perguruan Tinggi Agama Islam juga dibangun sebagai wahana untuk alih teknologi dan pengembangannya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat. SDM yang dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan memiliki keunggulan dalam pengembangan keilmuan serta keluhuran moral.
1.      Kedalaman ilmu
Sebagai wahana alih teknologi dan pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada pengembnagan kajian dan penelitian terhadap tiga ayat Tuhan secara simultan, yaitu:
a)      al-ulum an-Naqliyah
b)      al-ulum al-Kauniyah
c)      al-ulum al-insaniyah
Dengan kondisi yang demikian, lembaga tinggi agama Islam mampu mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menghadapi era globalisasi
2.      Keluhuran Moral
Selain aspek intelektual, Perguruan Tinggi Agama Islam sangat mementingkan aspek moral, sehingga lembaga ini peka terhadap problematika yang dihadapi umat serta turut serta membanmtu mencarikan jalan keluarganya. Dalam hal ini, lembaga pendidikan tinggi Islam melalui tugas pokoknya, melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian pada masyarakat dapat melaksanakan berbagai jenis partisipasi yang bersifat moral, baik dalam bentuk pemikiran dan gagasan, tenaga, kemahiran dan ketrampilan.
Partisipasi optiomal yang diberikan lembaga pendidikan tinggi Islam diharapkan dapat memberi arah yang jelas terhadap perkembangannya dan perubahan yang terjadi, serta dapat mewujudkan kemslahatan maysrakat dalam mempersiapkan diri memasuki era globalisasi.[14]


BAB III
PENUTUP

A.  Penutup
Alhamdulillah ahirnya pembahasan makalah ini telah terselesaikan. Saya juga menyadari  bahwa dalam makalah ini masih mengandung kekurangan , walaupun telah diupayakan sebaik mungkin. Oleh karena , itu saran dan kritik masih saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan saya khususnya
B.  Kesimpulan
  1. Peguruan tinggi agama Islam mempunyai peran penting. Yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islami yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi 
  2. Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia memang tak dapat dipungkiri. Namun, banyak juga dampak negatif yang ditimbulkanya.
  3.  Perguruan tinggi agama Islam mempunyai beberapa keunggulan . Yaitu, selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM, tapi juga dibangun sbagai wahana untuk alih teknologi dan pengembanganya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat.
  4. Dalam perkembanganya, Perguruan Tinggi Islam memiliki beberapa hambatan yang harus dihadapi ketika bersaing dengan Perguruan Tinggi umum lainya.


DAFTAR PUSTAKA
Bastamam, Hanna Djumhara, "Dimensi Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994
Dahlan, Alwi, Memahami Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, Jakarta: BP-7 Pusat, 1998
Darajat, Zakiah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Daulai, Haidar, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan Islam. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi
Dawam Rahardjo (Ed), Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Jakarta; Intermasa, 1997
Harahap Syahrin (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998
Lutfi, A.M., Membangun Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), Jakarta: Intermasa: 1997
Matondang, Yakub, Perguruan Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998
Nasution, Lutfi I., Indonesia di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, Makalah: 1997
Qutb, Muhammad, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho, Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991
Saefuddin, A.M., "Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, Yogyakarta: Supress, 1993
Sanaky, Hujair AH, Paradigma Pendidikan Islam,  Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003 


















[1]Hujair an Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam,  (Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003) hal: 4 
[2] Zakiah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal: 29
[3] Yakub Matondang, Perguruan Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hal: 3
[4] Lutfi I. Nasution, Indonesia di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, (Makalah: 1997)
[5] A.M. Saefuddin, "Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, (Yogyakarta: Supress, 1993)
[6]Hanna Djumhara Bastamam, "Dimensi Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994), hal: 18-19
[7]Alwi Dahlan, Memahami Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, (Jakarta; BP-7 Pusat, 1998)
[8]Haidar Daulai, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan Islam. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi
[9] Muhammad Qutb, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho (Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991), hal: 289-290
[10]Yaqub Matondang, Ibid, hal: 14-17
[11] A.M. Lutfi, Membangun Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), (Jakarta: Intermasa: 1997), hal: 31
[12] Ibid, hal: 32
[13] Yakub Matondang, Ibid, hal: 19
[14] Yakub Matondang, Ibid, hal: 4-5

Hakikat, Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam


HAKIKAT, TUGAS DAN FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Tu’nas Fuaidah

A.     Hakikat Pendidikan Islam
Hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing  pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik perkembangannya.
Dan pendidikan itu menumbuhkan, melainkan mengembangkan kearah tujuan akhir. Dan jelas sudah bahwa proses pendidikan merupakan usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjdilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar.

B.     Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
John Dewey menyatakan bahwa pendidikan itu adalah s uatu proses tanpa akhir. Dengan demikian, fungsi dan tugas pendidikan berlangsung secara kontinue dan berkesinambungan bagai spiral yang sambung-menyambung dari satu jenjang kejenjang yang lain. Dan yang selalu mengikuti kebutuhan manusia dalam bermasyarakat.
Tugas dan fungsi itu selalu bersasaran pada manusia yang tumbuh dan berkembang mulai dari kandungan ibu samapai saat meninggal dunia.
Tugas pendidikan dapat dibedakan dari fungsinya, diantaranya adalah:
1.        Tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik dari satu tahap ketahap lain sampai meraih titik kemampuan yang optimal.
Bimbingan dan pengarahan tersebut menyangkut potensi berupa kemampuan dasar serta bakat-bakat manusia yang menuju kearah kematangan yang sangat optimal dan dalam proses yang sedemikian juga ada hambatan-hambatan mental dan spiritual, seperti hambatan pribadi dan hambatan sosial, yang berupa hambatan emosional dan lingkungan masyarakat yang tidak mendorong kepada kemajuan pendidikan dan sebagainya.
2.        sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan bersifat struktural  dan institusional.[1]
-         Arti dan tujuan struktural menurut terwujudnya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses kependidikan yang dilihat dari segi verrtikal maupun horiozontal, sedangkan faktor-faktor pendidikan dapat berfungsi secara interaksional (saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain) yang mempunyai tujuan kepada pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
-         Arti dan tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi di dalam struktur organisasi itu diatur  untuk lebih menjamin proses pendidikan berjalan secara konsisten dan berkesinambungan mengikuti kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang cenderung kearah tingkat kemampuan yang optomal. Oleh karena itu, terwujudlah berbagai jenis pendidikan formal maupun non formal.
Di dala m filsafat pendidikan Islam oleh H. Hamdani Ihsan. Tujuan pendidikan Islam yaitu, sasaran yang akan dicapai seseorang  atau sekelompok yang akan melaksanakan pendidikan Islam. Menurut ahmad D. Marimba fungsi tujuan itu ada 4 macam, yaitu:
  1. Mengakhiri usaha
  2. Mengarahkan usaha
  3. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama
  4. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
Ahmad D. Marimba menjelaskan 2 macam tujuan, yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir
  1. Tujuan sementara
Adalah sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang , melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara disini yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.
  1. Tujuan akhir
Adalah terwujudnya kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang seluruhnya mencakup aspek-aspek mencerminkan ajaran Islam. Menurut Marimba, aspek-aspek tersebut adalah:
a.       Jasmani
b.      Kejiwaaan, seperti cara berfikir, sikap, pendirian dan lain-lain.
c.       Kerohanian yang luhur, seperti kepercayaan dan lain-lain.
Fungsi Pendidikan Islam
            Pengembangan ciri khas pendidikan agama Islam
  1. mengembangkan program pendidikan agama Islam yang lebih dalam dan menjaga pengembangan materi pelajaran Islam sesuai dengan tingkat dan jenjan pendidikan.
  2. mengembangkan kelompok program mata pelajaran umum yang diintegrasikan dengan pendekatan nilai-nilai agama Islam sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya.
  3. mengembangkan suasana keagamaan yang mencerminkan suasana keagamaan yang mencerminkan sikap dan perilaku yang sarwa ibadah yang bersumberkan ajaran agama Islam sesuai dengan usia perkembangannya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Muzayyin Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994
Muzayyin Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 2003
Hamdani Ihsan, H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Depag RI, Panduan Pengembangan Ciri Khas Madrasah, 2005.




[1] H. Muzayyin Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi aksara, 2003), hal. 33-34

Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat Pluralistik


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK
Masyarakat majemuk memang rawan konflik. Konflik dalam masyarakat majemuk dapat berlangsung terus menerus disetiap tempat dan waktu. Konflik bersumber pada perbedaan-perbedaan, dan setiap perbedaan pasti mempertahankan eksistensinya. Apabila setiap pihak ingin memepertahankan eksistensi, berarti ikut memperjuangkan kepentingan agar tetap eksis dan diakui keberadaannya, hal inilah yang sangat menimbulkan problem-problem.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia juga rawan konflik. Tentu saja kondisi seperti itu tidak dibiarkan berjalan terus. Sesungguhnya konflik tidak dapat dihilangkan sama sekali karena usur perbedaan diantara manusia juga tidak bisa dihilangkan.
Oleh karena itu salah satu diantara cara untuk mengatasi atau sekurang-kurangnya mengurangkan bahaya yang ditimbulkan dari padanya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam dianggap memiliki berbagai macam peranan yang handal yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pengaruh negatif dari kemajemukan bangsa ini. Karena itulah tulisan ini mengungkapkan peranan-peranan pendidikan agama Islam untuk menetralisir dampak negatif dari kemajemukan di Indonesia.
Dari penjelasan diatas diantara alasan-alasan penyebab manusia memerlukan pendidikan yaitu:
1)      Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara.
2)      Dalam kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecendrungan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya seoptimal mungkin.
3)      Konvergensi dari kedua tuntutan diatas yang mengaplikasikanya adalah lewat pendidikan.
4)      Sekolah adalah agen sosialisasi yang utama. Di sekolah ditanamkan nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap seseorang. Disekolah siswa belajar kontrol diri .
5)      Sekolah adalah tempat dimana orang mempelajari prinsip-prinsip, yang akan mendasari perilakunya sebagai warga masyarakat.
Masalah-masalah  yang dimaksud disini adalah sifat-sifat atau sikap-sikap yang berkembang dalam kelompok; sikap-sikap itu sering mempengaruhi interaksi antar kelompok dalam masyarakat majemuk. Sikap-sikap itu adalah :
a)      Sikap solidaritas buta, yaitu sikap yang muncul karena keakraban dalam kelompok cukup kuat, selain itu kelompok sangat berarti bagi individu untuk menemukan rasa aman dari segala aspek hidupnya. Karena itu individu senantiasa berusaha membela kelompoknya dengan cara apapun.
b)      Sikap ethnosentrisme yaitu sikap yang selalu mengutamakan kelompok sendiri. Kelompok sendiri selalu lebih baik dari kelompok yang lain. Akibat dari sikap ini timbul sikap-sikap seperti kecurigaan, kurang bergaul dengan kelompok lain dan merendahkan orang kelompok lain.
c)      Sikap partikularis. Sikap ini membuat orang selalumemperhatikan serta mengutamakanorang-orang yangmempunyai hubungan partikular atau hubungan khusus dengannya.
d)     Sikap eksklusif, yaitu satu sikap yang memisahkan diri orang lain atau dari kelompok-kelompok lain.
e)      Adanya kelompk mayritas yang mendominasi serta melakukan deskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Tujuan pendidikan agama Islam. Secara sedaerhana, tujuan mengandung pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai lewat upaya atau aktifitas. Dengan adanya tujuan, semua aktifitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna. Dengan demikian, seluruh karya dan juga karsa manusia terutama Islam harus memiliki orientasi tertentu.
Secara umum tujuan pendidikan agamapun harus memiliki tujuan tersendiri. Secara umum tujuan pendidikan Islamitu adalah dengan mengacu pada QS. 51: 56, yaitu menjadikan manusia sebagai insan pengabdi kepada khliknya guna mampu membangun dunia dan membangun alam semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan Allah.
Dari sini terlihat bahwa tujuan pendidikan Islam lebih tasi kepada nilai-nilai luhur dari Tuhan yang harus di internalisasikan kedalam diri inividu anak didik lewat proses pendidikan. Dengan penanaman nilai ini, diharapkan pendidikan Islam mampu mengantarkan, membimbing dan mengantarkan anak didik untuk melaksanakan fungsinya sebagai abd dan khalifah.
Peran pendidikan agama Islam dalam masyarakat pluralistik
1.      metode pendidikan dalam rangka pendidikan agama Islam, sangat banyak terpengaruh oleh prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar; sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang tanpa perbedaan antara sikaya dan simiskin, tinggi atau rendahnya kedudukan sosial. Oleh karena itu didalam Islam tidak ada orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
Kesimpulanya, didalam pendidikan Islam terwujud prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan, persamaan dan kesmpatan yang sama buat belajar.
2.      seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa banyak masalah yang ditimbulkan oleh adanya kesetiakawanan yang bersifat buta antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Peran pendidikan agama Islam disini yaitu mengembangkan sikap-sikap komunikasi dan silaturrahmi, dengan kesediaan diri untuk mau mengerti dan mau belajar dengan ppihak lain.
3.      sikap ethnosentris sering melahirkan sikap-sikap seperti prasangka, curiga, stereotip dan sebagainya antara kelompok dalam masyarakat pluralistik. Menghadapi sikap-sikap seperti itu, peran pendidikan agama Islam adalah mengembangkan didikan sikap saling memahami, saling mengenal, mengerti dan komunikasi oleh karena itu didalam Al-Qur’an perbuatan merendahkan antara yang satu dengan yang lain dilarang seperti yang dinyatakan dalam QS. 49: 11
Didalam pendidikan Islam juga tidak luput dari anjuran musyawarah, saling mendengar pendapat masing-masing dan mengambil mana yang paling baik seperti dalam Al-Qur’an 39: 18 sehingga dengan perbuatan seperti itu membuat orang saling mengaenal, mengerti dan saling menghargai.
4.      interaksi dalam  masyarakat majemuk sering diwarnai oleh pola yang partikularis. Orang-orang cenderung memperhatikan orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengannya. Pilihan-pilihan partner interaksi adalah orang-orang yang sedaerah, sekelas, seorganisasi dan sebagainya. Disini peran PAI diharapkan mengembangkan sikap universal. Para siswa dibiasakan bergaul dengan siapa saja diluar dari kelompok partikularnya.
5.      pengajaran PAI hendaknya dapat mempersatukan dan memperkuat kebudayaan bangsa, menumbuhkan semangat kebangsaan yang sehat, kuat dan pelajarannya  bersumber pada agama, adat istiadat kesusilaan dan sebagainya. Pengajaran yang bersumber pada agama Islam hendaknya digunakan untuk mengisi adab kesusilaan, dengan harapan nantinya anak-anak dapat terbangun rasa penghargaan, cinta dan keinsyafan terhadap semua agama, terutama agama Islam.
6.      peran utama PAI adalah pembentukan moral yang tinggi dengan penuh perhatian berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan keutamaan-keutamaan dalam jiwa para siswa, membiasakan mereka berpegang pada moral yang tinggi dan menghindarkan  hal-hal yang tercela , berfikir secara rohaniah dan insaniah. Serta menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu-ilmu keagamaan.