Tuesday, September 23, 2014

Dakwah Rasulullah SAW di Mekah



Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Mekah

Para pemikir Arab, pada masa itu, mempunyai kebiasaan bertahannuf atau bertahannus. Kebiasaan ini dilakukan untuk beberapa waktu setiap tahun dengan cara mengasingkan diri dari keramaian, berdoa dan bertapa untuk mendapatkan pengetahuan. Kegelisahan jiwa Muhammad melihat keadaan kaumnya, mendorongnya bertahannus setiap bulan Ramadlan di gua Hira’. Gua ini terdapat di puncak gunung Hira’ yang jaraknya kira-kira 11,4 km sebelah utara Mekah. Ketika bertahannus Muhammad melakukan perenungan dan beribadah. Dalam hal ibadah ini, Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul al Bidayah wa al Nihayah beberapa pendapat: ada yang berpendapat menurut syariat Nuh, ada yang mengatakan menurut Ibrahim, ada yang mengatakan menurut Musa, ada yang mengatakan menurut Isa, dan ada pula yang mengatakan ia menjalankan dan mengamalkan syariat tertentu. Pendapat yang terakhir ini menurut Katsir lebih tepat dan paling benar dari pada pendapat yang lainnya.
Pada 17 Ramadlan tahun 610 M ketika Muhammad bertahannus, jibril datang membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya “iqra’, bacalah!”. Dengan terkejut Muhammad menjawab “saya tidak bisa membaca”. Ia merasa Jibril mencekiknya, kemudian melepaskannya seraya berkata lagi: “iqra’!”. Dalam keadaan takut Muhammad menjawab: “saya tidak dapat membaca”. Ia merasa seolah Jibril mencekiknya kembali, kemudian melepaskannya seraya berkata: “iqra’”!. Dalam keadaan takut Muhammad menjawab: “apa yang akan saya baca!”. Kemudian Jibril berkata:

 اقرأ باسم ربك الذي خلق    خلق الأنسان من علق     اقرأ وربك الأكرم
 الذي علم بالقلم      علم الأنسان مالم يعلم
 Bacalah! dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. (yang) telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang mengajarkan menggunakan pena. Mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak ia ketahui.

Kemudian Muhammad mengikuti bacaan itu dan Jibrilpun pergi setelah ayat-ayat di atas terpatri di dalam kalbunya.
Muhammad terbangun dalam keadaan takut dan bingung, seraya bertanya dalam hati, siapa gerangan yang menyuruhnya membaca?. Dengan diliputi rasa takut Muhammad segera pulang. Sesampai di rumah dengan tubuh menggigil ia meminta Khadijah untuk menyelimutinya. Setelah rasa takutnya hilang ia pandang Khadijah sambil bertanya apa yang terjadi padaku? Lalu ia menceritakan apa yang telah ia alami. Sambil memandang Muhammad Khadijah berkata:

“wahai putra pamanku, bergembiralah dan tabahkan hatimu! Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, saya berharap kiranya anda akan menjadi nabi atas umat ini. Allah, sama sekali, tak akan mencemoohkan anda; sebab andalah yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata, bersedia memikul beban orang lain , menghormati tamu, dan menolong orang yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”

Jawaban Khadijah, di atas, sangat menentramkan jiwa Muhammad. Ketakutannya sirna dan dalam keadaan lelah iapun tertidur. Dengan pikiran yang berkecamuk Khadijah meninggalkan Muhammad yang sedang tertidur. Ia pergi menemui  saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani. Khadijah menceritakan apa yang telah dilihat dan didengar oleh Muhammad di gua Hira’. Waraqah terdiam sejenak kemudian menjawab:

Maha Kudus Ia, Maha Kudus, demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah!, percayalah, ia telah menerima Namus Besar seperti yang pernah diterima oleh Musa, dan sungguh dia adalah nabi umat ini. Katakanlah kepadanya supaya ia tetap tabah.”

Sekembalinya ke rumah, Khadijah mendapati Muhammad masih lelap tertidur. Tiba-tiba Muhammad menggigil, napasnya sesak, dan wajahnya berkeringat. Ia terbangun manakala didengarnya Jibril datang membawa wahyu kepadanya:

 يأيها المدثر      قم فأنذر      وربك فكبر      وثيابك فطهر      والرجز فاهجر  
ولا تمنن تستكثر      ولربك فاصبر

Hai orang yang berselimut! Bangunlah dan berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu! Dan jagalah kebersihan pakaianmu! Dan tinggalkanlah segala yang keji! Dan janganlah memberi karena mengharapkan yang lebih banyak! Dan demi Tuhanmu bersabarlah!

Khadijah memandangi Muhammad dengan penuh kasih sayang dan dimintanya Muhammad untuk tidur kembali. Dalam keadaan seperti itu, Muhammad menjawab: “waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi. Jibril membawa perintah supaya saya memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadat hanya kepada Allah. Tetapi siapa yang akan saya ajak, dan siapa pula yang akan mendengar?”. Khadijah berusaha menentramkan Muhammad dan ia menceritakan penjelasan Waraqah kepadanya. Dengan penuh antusias Khadijah menyatakan beriman atas kenabian Muhammad.
Setelah peristiwa di atas, ketika Muhammad akan bertawaf di Ka’bah, ia bertemu dengan Waraqah dan menceritakan pengalamannya. Mendengar penjelasan Muhammad Waraqah berkata:

“Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, anda adalah nabi dari umat ini. Anda telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pasti anda akan didustakan orang, disiksa, diusir, dan diperangi. Jika aku masih hidup pada masa itu nanti, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya”.

Muhammad bertanya-tanya dalam hatinya bagaimana cara menyampaikan perintah Tuhan itu, dan kepada siapa akan disampaikan?. Dalam keadaan seperti itu, Muhammad berharap Jibril datang. Sayangnya, Jibril tak datang-datang. Kekhatiran Muhammad meningkat, bahkan Khadijahpun turut merasa cemas. Dalam keadaan seperti itu, Jibril datang dengan membawa wahyu:
 والضحى   والليل اذا سجى   ماودعك ربك وما قلى   وللآخرة خير لك من الأولى   ولسوف يعطيك ربك فترضى   الم يجدك يتيما فآوى ووجدك ضالا فهدى   ووجدك عائلا فأغنى فأماالينيم فلا تقهر  وأما السائل فلا تنهر  وأما بنعمة ربك فحدث

“Demi waktu dluha. Dan demi malam yang hening. Tuhanmu tidak meninggalkan dan membencimu. Sungguh yang kemudian akan lebih baik bagimu dari pada yang sekarang. Dan Tuhanmu kelak akan memberikan apa yang menyenangkanmu. Bukankah Ia mendapatimu sebagai seorang piatu, lalu Ia melindungimu? Dan Ia mendapatimu tak tahu jalan, lalu ia memberimu petunjuk. Dan Ia mendapatimu dalam keadaan kekurangan, lalu Ia memberimu kecukupan. Oleh karena itu, janganlah engkau sewenang-wenang terhadap anak yatim. Dan janganlah membentak orang yang meminta-minta. Dan nikmat Tuhanmu hendaklah kau siarkan”.

Dengan turunnya surat al ‘Alaq maka Muhammad resmi menjadi nabi dan turunnya surat al Muddatstsir merupakan awal kerasulannya. Sementara itu, surat al Dluha memberikan motivasi dan sekaligus menguatkan jiwa nabi Muhammad agar jangan ragu-ragu untuk menyampaikan kebenaran wahyu yang ia terima dari Allah.

A.  Substansi Dakwah Rasulullah SAW di Mekah

1.    Aqidah

Nabi Muhammad datang membawa ajaran tauhid. Ia sampaikan kepada kaum Quraisy bahwa Allah Maha Pencipta. Segala sesuatu di alam ini merupakan ciptaan Allah. Langit, bumi, matahari, bintang-bintang, laut, gunung, manusia, hewan, tumbuhan, batu-batuan, air, api, dan lain sebagainya semuanya itu diciptakan oleh Allah. Karena itu, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu sedangkan manusia lemah tak berdaya; dan Maha Agung (Mulia) sedangkan manusia rendah dan hina. Selain Maha Pencipta dan Maha Kuasa Allah juga Maha Pemurah. Ia pelihara seluruh makhlukNya dan Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk manusia. Selanjutnya, nabi juga nengajarkan bahwa Allah itu Maha Mengetahui. Allah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak diketahuinya dan cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.
Selain Maha Pemurah Allah juga bersifat Maha Pengasih. Dengan sifat itu Allah senantiasa melindungi, memelihara, dan mengawasi manusia. Allah melindungi dan memelihara manusia dari kebinasaan dan kehancuran. Ia anugerahi manusia akal, kalbu,  panca indera, dan agama agar manusia tidak tersesat dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Allah mengawasi seluruh tindak tanduk dan perbuatan manusia. Seluruh perbuatan manusia, baik dan jahat, akan diberi balasan oleh Allah. Manusia akan memperoleh ganjaran atas perbuatan baiknya dan menanggung akibat atas perbuatan buruknya. Pendek kata, tidak satupun perbuatan baik manusia, meskipun kecil, akan hilang (tidak tercatat) demikian pula sebaliknya.
Sifat Kasih dan Sayang Allah meliputi seluruh makhlukNya, termasuk manusia. Dengan sifat itu, Allah memberikan kecukupan kepada manusia. Ia sediakan semua kebutuhan hidup manusia dan Ia beri pula kemudahan kepada setiap orang yang mau berusaha mencukupi kebutuhannya. Ia sediakan udara untuk bernapas, air untuk minum, mandi, dan kebersihan, Ia sediakan berbagai jenis bahan makanan untuk dikonsumsi, Ia ciptakan keindahan alam untuk kepentingan rekreasi dan lain sebagainya.
Ajaran tauhid ini berbekas sangat dalam di hati nabi dan para pengikutnya  sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat, mapan, dan tak tergoyahkan. Dengan kayakinan ini, para sahabat sangat percaya bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan penderitaan. Dengan keyakinan ini pula mereka percaya bahwa Allah akan memberikan kebahagiaan hidup bagi mereka. Dengan keyakinan ini pula para sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan kesenangan duniawi. Dengan keyakinan ini pula para sahabat mampu bersabar dan bertahan serta tetap berpegang teguh pada agama ketika mereka mendapatkan tantangan dan siksaan yang amat keji dari pemuka-pemuka Quraisy. Dengan keyakinan seperti ini pulalah nabi Muhammad dapat mengatakan dengan mantap kepada Abu Thalib   “paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan saya tinggalkan. Biarlah nanti Allah yang akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau binasa karenanya”. Inilah yang menjadi rahasia mengapa Bilal bin Rabbah dapat bertahan atas siksaan yang ia terima dengan tetap mengucapkan “Allah Maha Esa” secara berulang-ulang.

2.    Akhlak

Selain mengajarkan aqidah nabi juga mengajarkan akhlak kepada para sahabatnya. Dalam hal ini nabi Muhammad tampil sebagai teladan yang baik (ideal). Sejak sebelum ia menjadi nabi ia telah tampil sebagai sosok yang jujur sehingga ia digelar oleh masyarakatnya sebagai al amin (yang dapat dipercaya). Selain itu, nabi Muhammad merupakan sosok yang suka menolong dan meringankan beban orang lain, membangun dan memelihara hubungan kekeluargaan dan persahabatan. Nabi Muhammad juga tampil sebagai sosok yang sopan, lembut, menghormati setiap orang, dan memuliakan tamu. Selain itu, nabi Muhammad juga tampil sebagai sosok yang berani tampil membela kebenaran, teguh pendirian, dan tekun dalam beribadah.
Selain memberikan keteladanan nabi Muhammad menganjurkan agar menjaga kebersihan pakaian, tempat tinggal dan lingkungan. Kebersihan merupakan pangkal kesehatan. Jika pakaian, tempat tinggal, dan lingkungan bersih semangat hidup akan timbul dan berbagai jenis penyakit dapat dihindari. Demikian pentingnya kebersihan sehingga nabi menyebutnya sebagai bagian dari iman dan ditetapkan sebagai salah satu syarat sah dalam beribadah. Bersih pakaian, tempat tinggal, dan lingkungan ternyata tidak cukup. Setiap orang Islam harus juga membersihkan hatinya dari berbagai jenis penyakit hati seperti dendam, iri, dengki, sombong, dan lain sebagainya. Dengan bersihnya hati seseorang akan terhindar dari tindakan keji seperti rasa benci, angkuh, pamer dan lain sebagainya.
Selanjutnya, nabi mengajarkan agar ikhlas dalam memberi. Memberikan sesuatu kepada orang lain haruslah didasarkan pada niat yang tulus karena Allah. Jadi jangan memberi karena ingin dipuji dan disebut sebagai seorang yang pemurah. Jangan pula memberi karena berharap akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari yang telah diberikan. Selanjutnya, nabi menganjurkan agar menyayangi anak yatim. Menyayagi anak yatim tidak sekedar membantu mereka mencukupi kebutuhan hidupnya akan tetapi mengasuh, memelihara, dan mendidik mereka. Dengan demikian, menyayangi anak yatim berarti mencukupi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal mereka serta mempersiapkan masa depan kehidupan mereka.
Sudah menjadi ketentuan Allah ia menciptakan manusia ada yang kaya (beruntung) dan ada yang miskin (kurang beruntung). Si kaya tidak boleh membiarkan si miskin dalam keadaan lemah tak berdaya. Si kaya wajib membantu dan membela si miskin. Selain itu, si kaya juga wajib bersikap lemah lembut dan sopan kepada si miskin. Sebab kaya dan miskin hanya sekedar variasi kehidupan manusia bukan pembeda yang menempatkan si kaya menjadi terhormat dan membolehkannya  menyombongkan diri serta bertindak semena-mena. Dalam hal ini renungkanlah sabda nabi yang mengatakan “tidak masuk surga seseorang yang perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan”.

B.  Strategi Dakwah Rasululah di Mekah

1.    Dakwah Secara Rahasia/Diam-diam (al Da’wah bi al Sirr)

Mengingat kerasnya watak suku Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan dan penyembahan berhala maka nabi Muhammad memulai dakwahnya secara diam-diam atau rahasia (bi al sirr). Cara ini dipilih agar kegiatan dakwah yang baru dimulai itu tidak terhambat dan layu sebelum berkembang. Oleh karena itu, nabi Muhammad memulai dakwahnya kepada keluarga dan sahabatnya. Orang pertama yang beriman pada kenabian dan kerasulan Muhammad adalah Khadijah (isterinya), Ali bin Abi Thalib (masih anak-anak), sepupu nabi yang kemudian menjadi menantunya, dan Zaid bin Haritsah, bekas budak nabi Muhammad.
Khusus mengenai Ali, ketika nabi Muhammad mengajaknya untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta menerima agama yang dibawanya, ia (Ali) meminta waktu untuk berunding terlebih dahulu dengan ayahnya.  Semalaman ali merasa gelisah memikirkan ajakan nabi. Keesokan harinya, Ali menyatakan kepada nabi Muhammad dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti ajakan nabi dan tidak perlu minta ijin kepada ayahnya. Dalam hal ini Ali mengatakan: “Tuhan menjadikan saya tanpa perlu berunding dengan Abu Thalib, maka saya tidak perlu berunding dengannya untuk menyembah Allah”.
Di luar lingkungan keluarga, orang pertama yang diajak nabi adalah Abu Bakar bin Abi Quhafah dari kabilah Taim. Abu Bakar adalah sahabat dekat nabi Muhammad yang dikenalnya sebagai orang yang bersih, jujur, dan dapat dipercaya. Karena itu Abu Bakar merupakan orang laki-laki dewasa pertama tempat nabi menceritakan semua pengalamannya pada saat menerima wahyu. Tanpa ragu Abu Bakar menerima ajakan nabi dan beriman pada ajaran yang dibawanya. Kemudian Abu Bakar mengajak kaumnya yang ia percayai untuk beriman kepada ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad. Melalui ajakan ini maka beberapa orang menerima ajakannya, yaitu Utsman bin ‘Affan, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin ‘Awwam. Setelah itu, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan beberapa penduduk Mekah turut pula menyatakan keislamannya dan menerima ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad.
Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al da’wah bi al sirr) dilaksanakan oleh nabi Muhammad selama tiga tahun. Sambil mengajak orang-orang untuk beriman kepadanya dan ajaran yang ia bawa, nabi Muhammad tampil dengan keteladanan yang tinggi. Kepribadiannya yang penuh dengan kasih sayang, rendah hati, berani, tutur kata yang lembut dan sopan, serta adil memberikan pesona yang amat tinggi dan menarik minat banyak orang untuk mempercayainya dan beriman kepadanya; terutama dari kalangan orang-orang miskin dan golongan budak

2.    Dakwah Secara Terang-Terangan (al Da’wah di al Jahr)

Tiga tahun kemudian perintah Allah datang agar nabi Muhammad melakukan dakwah secara terang-terangan (al da’wah bi al jahr), melalui:

Surat al Syu’ara’( 26: 214 – 216):

وأنذر عشيرتك الأقربين   واخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين   فأن عصوك فقل انى بريء مما تعملون

“Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah sayapmu kepada orang-orang beriman yang menjadi pengikutmu. Maka jika mereka tidak mematuhimu, katakanlah: ‘ak berlepas tangan dari segala yang kamu perbuat’”.

Surat al Hijir (15: 94): 
فاصدع بما تؤمر وأعرض عن المشركين

“Maka teruskanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.

Berdasarkan perintah di atas, Muhammad mengundang makan keluarga-keluarganya dan dalam kesempatan itu ia mencoba mengajak mereka untuk beriman kepadanya dan ajaran yang ia bawa. Namun Abu Lahab, pamannya, menyetop pembicaraan itu. Keesokan harinya, nabi Muhammad mencoba melakukannya lagi. Setelah selesai makan, nabi Muhammad berseru kepada mereka: “saya tidak melihat ada seorang di kalangan Arab yang dapat membawakan sesuatu yang lebih baik dari pada yang saya bawakan untuk kamu semua. Saya bawakan untuk kamu semua dunia dan akhirat yang terbaik. Allah telah memerintahkan saya untuk mengajak kamu sekalian. Siapakah di antara kamu yang mau mendukung?” Semua yang hadir menolok ajakan nabi Muhammad dan bersiap-siap akan meninggalkan tempat. Tiba-tiba Ali berdiri, ketika itu ia masih anak-anak dan belum akil baligh, seraya berujar: “wahai rasulullah saya akan membantu anda, saya adalah lawan bagi siapa saja yang menentangmu”. Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak sambil melihat secara bergantian kepada Abu Thalib dan Ali. Setelah itu, mereka meninggalkan Muhammad dengan penuh ejekan.
Setelah peristiwa itu, nabi Muhammad mengalihkan seruannya kepada penduduk Mekah. Pada suatu hari nabi Muhammad naik ke puncak bukit Shafa dan berseru: “hai masyarakat Quraisy, bagaimana pendapatmu jika saya kabarkan kepadamu semua bahwa di lereng bukit ini ada pasukan berkuda, apakah kamu mempercayainya?” Orang-orang Quraisy menjawab: “ya, kami mempercayainya. Sebab kami belum pernah melihat engkau berbohong!”. Selanjutnya nabi Muhammad berseru: “wahai Banu  Muththolib, Banu Abdu Manaf, Banu Zuhrah, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad, Allah telah memerintahkan aku untuk memberikan peringatan kepada keluarga-keluarga terdekatku tentang kehidupan dunia dan akhirat. Tak satu keuntungan yang dapat aku berikan kepada kamu sekalian kecuali kamu menyatakan tidak ada tuhan selain Allah!”. Mendengar seruan ini, Abu Lahab, seorang lelaki yang berbadan gemuk dan cepat naik darah, berdiri seraya berteriak: “celakalah engkau hai Muhammad, apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?”. Nabi Muhammad hanya terdiam sambil memandangi pamannya. Beberapa saat kemudian turunlah wahyu Allah:

تبت يدا أبي لهب وتب   ما أغنى عنه ماله وما كسب  سيصلى نارا ذات لهب

“celakalah kedua tangan Abu Lahab. Tak berguna baginya harta dan segala yang diusahakannya. Kelak ia akan dimasukkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala” (QS. al Lahab, 111: 1-3).

Semakin hari semakin bertambah banyak jumlah orang yang memenuhi ajakan dan seruan nabi Muhammad. Terutama dari golongan orang-orang yang lemah, miskin, dan kalangan budak. Kenyataan ini, menimbulkan amarah Abu Lahab, Abu Sufyan dan kalangan bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya. Mereka meminta para penyair-penyair Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek nabi Muhammad. Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan mukjizatnya seperti apa yang telah ditampilkan oleh Musa dan Isa. Seperti menjadikan bukit Shafa dan Marwah berubah menjadi bukit emas, menghidupkan orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang mengelilingi Mekah, memancarkan mata air yang lebih baik dari zamzam. Tidak sampai di situ, bahkan mereka mengolok-olok nabi dengan menyatakan mengapa Allah tidak menurunkan wahyu tentang harga barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.
Semua ejekan dan olok-olok itu tidak dihiraukan oleh nabi Muhammad, namun Allah menurunkan wahyu sebagai jawabannya:

قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا الا ما شاء الله ولو كنت أعلم الغيب لا ستكثرت من الخير وما مسني السوء ان أنا الا نذير و بشير لقوم يؤمنون

“Katakanlah hai Muhammad, aku tidak kuasa membawa manfaat dan mudarat untuk diriku sendiri kecuali bila Allah menghendaki. Kalaupun aku mengetahui yang ghaib, tentu kuperbanyak berbuat baik, dan tak ada yang buruk akan menyentuhku. Aku hanya pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang yang beriman”. (QS. al A’raf, 7:188).

Kegiatan dakwah nabi Muhammad mendapatkan tantangan dan perlawanan dari Quraisy. Namun, mereka masih menghormati Abu Thalib, paman nabi, meskipun belum memeluk Islam merupakan pembela nabi yang sangat gigih dan berani. Berdasarkan itu, para pemuka Quraisy dengan dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb mendatangi Abu Thalib dan berkata: “Abu Thalib, kemenakanmu telah menghina berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Jika engkau tidak sanggup menghentikannya, biarlah kami yang menghentikannya!”. Tuntutan itu ditanggapi dengan baik oleh Abi Thalib. Sementara itu, nabi Muhammad terus dengan gigih melaksanakan dakwahnya dan setiap hari semakin bertambah jumlah pengikutnya.
Kenyataan ini, mendorong para pemuka Quraisy datang kembali kepada Abu Thalib dengan membawa seorang pemuda yang bernama Umarah bin al Walid bin al Mughirah untuk ditukarkan dengan nabi Muhammad. Abu Thalib tetap menolak, dan nabi Muhammad terus juga berdakwah. Para pembesar Quraisy untuk yang ketiga kali datang lagi kepada Abu Thalib. Mereka berkata: “wahai Abu Thalib, anda orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Kami telah meminta anda untuk menghentikan kemenakanmu, tetapi anda tidak juga memenuhi tuntutan kami!. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek moyang kami, tidak menghormati harapan-harapan kami, dan mencaci maki berhala-berhala kami. Sebaiknya, anda sendirilah yang menghentikan kemenakan anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak binasa”.
Sungguh sulit bagi Abu Thalib mengambil keputusan, ia menghadapi dilema. Ia tidak ingin bermusuhan dengan kaumnya sendiri namun, ia juga tidak rela menyerahkan Muhammad kepada kaumnya. Dipanggilnya nabi Muhammad dan ia ceritakan tuntutan para pembesar Quraisy. Kemudian ia berkata kepada kemenakannya itu “jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan bebani aku dengan hal-hal yang tak dapat kupikul”.  Nabi Muhammad tertegun, dalam hatinya ia berkata: “pamanku sudah tak bersedia lagi membelaku sementara itu kaum muslimin masih sangat lemah”. Beberapa saat kemudian nabi Muhammad menoleh kepada pamannya sambil berkata: “paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan saya tinggalkan. Biarlah nanti Allah yang akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau binasa karenanya”. Abu Thalib tertegun dan terdiam mendengar jawaban dari kemenakannya. Bebera hari kemudian, ia minta nabi Muhammad untuk datang kembali lalu berkata: “wahai kemenakanku, katakanlah sekehendakmu, bagaimanapun aku tak akan menyerahkanmu karena hal-hal yang tidak engkau sukai”. Kemudian Abu Thalib meminta perlindungan kepada Banu Hasyim dan Banu al Muththalib.permintaan Abu Thalib di atas disetujui oleh Banu Hasyim dan Banu Muththalib kecuali Abu Jahal.
Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci maki dan menyiksa kaum muslimin dan tidak terkecuali nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia). Ia dipaksa untuk melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya ditindih dengan batu yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan semacam itu, Bilal tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus mengucapkan Ahad, Ahad (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa).  Bilal terus menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar. Sebagai seorang yang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya adalah budak perempuan Umar bin Khattab. Nabi Muhammad meskipun telah mendapat perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Muththalib masih juga mengalami siksaan. Ummu Jamil, isteri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya. Demikian juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada nabi Muhammad ketika ia sedang shalat. Intimidasi dan penyiksaan yang dialami oleh nabi Muhammad dan para pengikutnya berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang. Kian hari kian keji dan menyakitkan siksaan yang mereka terima. Namun demikian, nabi Muhammad dan para sahabatnya tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan keyakinan dan keimanan mereka.
Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut nabi Muhammad terus bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena itu mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan nabi Muhammad. Dalam pertemuannya dengan nabi Muhammad ia mengatakan: “wahai anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai tempat (bermartabat) di kalangan kami. Kini engkau membawa perkara besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal. Kalau engkau menginginkan harta, kami siap mengumpulkan harta kami, sehingga engkau menjadi yang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan, kami akan angkat engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus satu perkara tanpa persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau cari, kami akan nobatkan engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap penyakit syaraf yang tidak dapat engkau sembuhkan, akan kami usahakan penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau sembuh”. Mendengar tawaran itu, nabi Muhammad membacakan surat al Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada kekuasaan dan bukan pula orang yang gila.
Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan nabi Muhammad serta menyarankan agar mereka membiarkan nabi Muhammad berhubungan secara bebas dengan semua orang Arab. Ushul Utbah tentu tidak dapat mereka terima. Sebab mereka belum merasa puas jika belum mengalahkan nabi Muhammad. Karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik kepada nabi Muhammad maupun kepada para pengikutnya.

3.    Hamzah dan Umar bin Khattab Masuk Islam

Suatu ketika, nabi Muhammad bertemu dengan Abu Jahal. Ia mencaci maki nabi Muhammad dan ajaran agama yag dibawanya. Ketika Hamzah, paman nabi dan saudara sepesusuannya merupakan seorang yang kuat dan ditakuti,  mendengar peristiwa ini ia segera mencari Abu Jahal di Ka’bah. Sesampainya di sana ia langsung masuk ke mesjid menemui Abu Jahal dan memukul kepalanya dengan busur. Sejak peristiwa itu, Hamzah menyatakan keislamannya dan berjanji kepada nabi Muhammad akan membelanya dan akan berkorban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.
Umar bin Khattab pada waktu masih amat muda, berusia kira-kira 30 – 35 tahun. Tubuhnya tegap dan kuat, emosional dan cepat naik darah, ia senang berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Meski demikian ia seorang yang bijaksana dan lembut pada keluarga. Di antara kaum Quraisy Umar merupakan salah seorang yang paling keras menentang nabi dan kaum muslimin. Setelah peristiwa hijrah ke Abisinia, Umar merasa sedih dan kesepian. Ia membayangkan betapa sedih dan pilu hati mereka berpisah dengan keluarga, sahabat, dan tanah air mereka.
Ketika Umar mengetahui nabi Muhammad sedang mengadakan pertemuan di sebuah rumah di Safa bersama Hamzah, Ali, Abu Bakar, dan yang lainnya, iapun pergi ke sana untuk membunuh Muhammad. Namun di tengah perjalanan ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah dan berkata kepadanya: “Umar, kamu menipu diri sendiri. Apakah anda kira keluarga Abdul Manaf aakan membiarkan anda setelah membunuh Muhammad? Lebih baik kamu pulang dan uruslah keluargamu sendiri!” ketika itu, tanpa diketahui oleh Umar seorang saudara perempuannya bernama Fatimah bersama suaminya Sa’id bin Zaid telah memeluk Islam. Setelah peristiwa itu diceritakan oleh Nu’aim, Umar buru-buru pulang dan menemui suami isteri tersebut. Sampai di depan pintu Umar mendengar suara orang membaca al Quran. Merasa ada yang datang, orang yang membaca itu bersembunyi dan Fatimah menyembunyikan lembaran yang dibaca.
Saya mendengar suara orang membaca sesuatu, bacaan apa itu? Tanya Umar. Karena tidak ada jawaban, Umar membentuk dengan lantang: “saya sudah tahu kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya!” sembari memukul Sa’id dengan keras. Fatimah berusaha menghalangi namun iapun terkena pukulan Umar. Kedua suami isteri itu bercucuran darah, sambil menahan sakit dan marah kedua menjawab: “ ya, kami sudah masuk Islam, sekarang lakukanlah apa saja sekehendakmu!”. Melihat darah bercucuran Umar gelisah, menyesal dan iba. Dimintanya lembaran yang dibaca oleh Fatimah dan suaminya. Setelah membaca lembaran itu, wajah Umar berubah dan hatinya bergetar serta merasa ada seruan yang demikian luhur.
Setelah itu Umar keluar rumah dengan hati dan jiwa yang tenang. Ia langsung menuju ke tempat nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya mengadakan pertemuan di Safa. Setelah meminta izin dan masuk, iapun menyatakan dirinya menjadi pengikut nabi, menjadi seorang muslim dihadapan nabi dan sahabat-sahabatnya. Peristiwa ini sangat menggembirakan nabi dan sahabat-sahabatnya. Dengan Islamnya Hamzah dan Umar kaum muslimin mendapatkan kekuatan yang besar, dan kedudukan Quraisy mulai lemah dan berkurang.

4.    Hijrah ke Abisinia (Habsyi)

Untuk menghindari bahaya penyiksaan, nabi Muhammad menyarankan kepada para pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). Para sahabat pergi ke Abisinia dengan dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15 orang; sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka berangkat secara sembunyi-sembunyi dan sesampainya di sana mereka mendapatkan perlindungan yang baik dari Najasyi (sebutan untuk raja Abisinia). Ketika mendengar keadaan Mekah telah aman merekapun kembali lagi. Namun mereka kembali mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. Karena itu, mereka kembali hijrah untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari kenabian atau tahun 615 M). kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang  laki-laki, dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib. Mereka tinggal di sana hingga sesudah nabi hijrah ke Yasrib (Madinah). Peristiwa hijrah ke Abisinia ini dipandang sebagai hijrah pertama dalam Islam.
Peristiwa hijrah ke Abisinia ini sungguh tidak menyenangkan kaum Quraisy dan menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar. Ada dua hal yang dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, yaitu: pertama, kaum muslimin akan dapat menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat Arab; dan kedua, kaum muslimin akan menjadi kuat dan kembali ke Mekah untuk menuntut balas. Oleh karena itu, mereka mengutus Amr bin ‘Ash dan Abdullah bin Rabi’ah kepada Najasyi agar sudi menyerahkan kaum muslimin yang berhijrah ke sana. Dengan mempersembahkan hadiah yang besar kepada Najasyi kedua utusan itu berkata: “paduka raja, mereka yang datang ke negeri tuan ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka dan tidak pula menganut agama paduka (Kristen); mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus oleh pemimpin-pemimpin mereka, orang-orang tua mereka, paman-paman mereka, dan keluarga-keluarga mereka supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada pemimpin-pemimpin kami. Mereka lebih tahu betapa orang-orang itu mencemarkan dan mencerca agama mereka”.
Najasyi kemudian memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada mereka: “agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri?” Kaum muslimin yang diwakili oleh Ja’far bin Abi Thalib menjawab: “paduka raja, masyarakat kami masyarakat yang bodoh, menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai macam kejahatan, memutuskan hubungan dengan kerabat, tidak baik dengan tetangga; yang kuat menindas yang lemah. Demikianlah keadaan masyarakat kami hingga Allah mengutus seorang rasul dari kalangan kami sendiri yang kami kenal asal usulnya, jujur, dapat dipercaya, dan bersih. Ia mengajak kami hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami sembah. Ia melarang kami berdusta, menganjurkan untuk berlaku jujur, menjalin hubungan kekerabatan, bersikap baik kepada tetangga, dan menghentikan pertumpahan darah. Ia melarang kami melakukan segala perbuatan jahat, menggunakan kata-kata dusta dan keji, memakan harta anak yatim, dan mencemarkan nama baik perempuan yang tak bersalah. Ia meminta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukanNya…. Jadi yang kami sembah hanya Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukanNya dengan apa dan siapa pun. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah kami dimusuhi, dipaksa meninggalkan agama kami,… Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, maka kamipun keluar menuju negeri paduka ini. Padukalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat paduka, dengan harapan di sini tidak ada penganiayaan”.
Kemudian paduka Najasyi bertanya lagi: “adakah ajaran Tuhan yang dibawa oleh nabi itu yang dapat anda bacakan kepada kami?”. “ya” jawab Ja’far, lalu ia membacakan Surat Maryam, 19: 29 – 33):

فأشارت اليه قالوا كيف نكلم من كان فى المهد صبيا  قال اني عبد الله أتاني الكتاب و جعلني نبيا  و جعلني مباركا اين ما كنت و أوصاني بالصلاة والزكاة ما دمت حيا   و برا بوالدتي ولم يجعلني جبارا شقيا  و السلام علي يوم ولدت و يوم أموت و يوم أبعث حيا

“Maka ia menunju kepada bayinya. Mereka berkata: ‘bagaimana kami akan berbicara dengan anak yang masih dalam buaian?’ Dia (Isa) berkata: ‘sesungguhnya aku ini hamba Allah, Ia (Allah) memberiku al Kitab dan menjadikanku seorang nabi, memberkati aku di manapun aku berada, memerintahkanku untuk mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat selama aku masih hidup. Ia juga memerintahkanku untuk berbakti kepada ibuku, tidak bersikap sewenang-wenang dan durhaka. Slam sejahtera bagiku, baik ketika aku dilahirkan, pada saat aku mati, dan pada saat aku dibangkitkan hidup kembali’”.

Mendengar jawaban tersebut, para pemuka agama Abisinia terkejut seraya menyatakan “kata-kata tersebut keluar dari sumber yang sama seperti yang dikeluarkan oleh Isa”. Kemudian Najasyi berkata: “kata-kata ini sama dengan yang dibawa Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada utusan Quraisy) pergilah, kami tak akan menyerahkan mereka (kaum muslimin) kepada tuan-tuan!”.
Keesokan harinya, Amar bin ‘Ash kembali menghadap Najasyi dan mengatakan bahwa kaum muslimin telah melakukan tuduh yang sangat keji kepada Isa bin Maryam. Najasyi memanggil kaum muslimin dan menanyakan tentang Isa bin Maryam. Atas pertanyaan ini, Ja’far menjawab: “tentang Isa, menurut nabi kami, dia adalah hamba Allah dan utusanNya. RohNya dan firmanNya yang disampaikan kepada perawan Maryam”. Mendengar jawaban ini Najasyi mengambil sebatang kayu dan menggoreskannya di tanah. Dengan wajah berseri gembira Najasyi mengatakan: “antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini”. Setelah itu, Najasyi meminta Amar bin ‘Ash untuk kembali ke Mekah.

5.    Quraisy Membekot Kaum Muslimin

Setelah berbagi cara dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah nabi -bujukan, negosiasi, dan intimidasi- mengalami kegagalan maka kaum Quraisy bersepakat melakukan pembekotan terhadap nabi dan kaum muslimin. Kaum Quraisy memutuskan segala bentuk hubungan –perkawinan dan perdagangan- dengan bani Hasyim. Persetujuan pembekotan ini dibuat dalam bentuk piagam, ditandatangani bersama dan digantungkan di Ka’bah. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun. Pembekotan ini mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan bagi kaum muslim. Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin, mereka pindah ke suatu lembah di luar kota Mekah.
Hisyam bin Amar salah seorang dari Quraisy yang bersimpati terhadap nabi Muhammad dan kaum muslimin kerap mengirimkan bahan makanan di waktu tengah malam dengan mengirimkan unta yang sarat dengan bahan makanan ke celah-celah bukit tempat nabi dan kaum muslimin berada. Tak tega melihat dampak pembekotan itu, ia menemui Zuhair bin Abi Umayyah (bani Makhzum) dan berkata kepadanya: “anda menikmati makanan yang lezat, berpakaian yang indah, dan mengawini perempuan-perempuan cantik, padahal keluarga ibu menderita; mereka tidak boleh berhubungan dengan orang, jual beli, dan melakukan hubungan perkawinan. Aku bersumpah, jika itu keluarga ibuku, aku pasti menolak pembekotan!”
Keduanya kemudian sepakat untuk membatalkan piagam pembekotan dan mereka meminta dukungan Mut’im bin Adi (kabilah Naufal), Abu al Bakhtari bin Hisyam dan Zam’ah bin al Aswad (kabilah Asad). Keesokan harinya, setelah melakukan tawaf, Zuhair bin Abi Umayyah berseru kepada orang banyak: “hai penduduk Mekah! Kamu semua enak-enak makan dan berpakaian yang bagus-bagus sementara itu, banu hasyim binasa, tidak boleh melakukan hubungan perdagangan. Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam itu dirobek!” mendengar seruan itu, Abu jahal berteriak: “bohong, kita tidak akan merobek piagam itu!”. Setelah itu, terdengar suara Zam’ah, Abu al Bakhtari, Mut’im, dan Amr bin Hisyam menolak Abu jahal dan mendukung Zuhair. Melihat suasana yang tidak menguntungkan Abu Jahal pun pergi. Ketika Mut’im hendak merobek piagam itu, ia melihat piagam itu telah dimakan rayap, kecuali bagian pembukaannya saja yang berbunyi: “dengan namuMu ya Allah ….” Sejak peristiwa itu pembekotan berakhir. Nabi Muhammad beserta pengikutnya berkesempatan keluar dari celah-celah bukit dan kembali ke Mekah. Kesempatan melakukan jual beli dengan Quraisy pun terbuka, meski sikap saling curiga menyelimuti kedua belah pihak.

6.    Perjanjian Aqabah

Keras penolakan dan perlawanan Quraaisy, mendorong nabi Muhammad melancarkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy. Dalam melakukan dakwah ini, nabi Muhammad tidak saja menemuimu mereka di Ka’bah pada saat musim haji, namun ia mendatangi perkampungan dan tempat tinggal para kepala suku. Tanpa diketahui oleh seorangpun, nabi Muhammad pergi ke Taif. Di sana ia menemui Sakif dengan harapan agar ia dan masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. Sakif dan masyarakatnya menolak nabi dengan kejam. Meski demikian nabi berlapang dada dan meminta Sakif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke Taif agar ia tidak mendapat malu dari orang Quraisy. Permintaan itu tidak dihiraukan oleh Sakif, bahkan ia menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir dan melempari nabi. Selain itu nabi mendatangi bani Kindah, bani Kalb, bani Hanifah, dan bani Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorangpun dari mereka yang mau menyambut dan mendengar dakwah nabi. Bahkan, bani Hanifah menolok dengan cara yang sangat buruk sekali. Sedangkan Amir menunjukkan ambisinya, ia mau menerima jakan nabi dengan syarat jika nabi memperoleh kemenangan maka kekuasaan harus berada di tangannya.
Pengalaman di atas mendorong nabi Muhammad berkesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mendapat dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Karena itu, nabi Muhammad mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar Mekah yang datang berziarah setiap tahun ke Mekah. Jika musim ziarah tiba, nabi Muhammadpun mendatangi kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Tak berapa lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Yasrib (Madinah). Nabi Muhammad sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Yasrib. Di sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari bani Najjar yang merupakan keluarga kakeknya, Abdul Muththalib dari pihak ibu. Karena itu, tidak mengherankan apabila di tempat ini kelak nabi Muhammad mendapat kemenangan dan Islam berkembang dengan amat pesat.
Yasrib merupakan kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berperang merebut kekuasaan di sana. Hubungan Aus dan Khazraj dengan Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan tentang agama samawi. Inilah salah satu fator yang menyebabkan kedua suku Arab tersebut lebih mudah menerima kehadiran nabi Muhammad. Ketika yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Yasrib. Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj yang akhirnya menimbulkan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya terusir dapat kembali tinggal di Yasrib. Aus dan Khazraj menyadari derita kerugian yang mereka alami akibat permusuhan mereka. Oleh karena itu, mereka sepakat mengangkat Abdullah bin Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin. Namun hal itu tidak terlaksana disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah (haji).
Kedatangan orang-orang Khazraj ke Mekah diketahui oleh nabi Muhammad dan iapun segera menemui mereka. Setelah nabi berbicara dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, merekapun saling berpandangan dan salah seorang dari mereka berkata: “sungguh inilah nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan sampai mereka (yahudi) mendahului kita.” Setelah itu, mereka kembali ke Yasrib dan menyampaikan berita kenabian Muhammad dan mereka menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka telah menganut Islam. Berita dan pernyataan yang mereka sampaikan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat mereka. Pada musim ziarah tahun berikutnya, datanglah 12 orang penduduk yasrib menemui nabi Muhammad di Aqabah. Di tempat ini mereka berikrar kepada nabi yang kemudian dikenal dengan perjanjian Aqabah Pertama. Pada perjanjian Aqabah Pertama ini orang- orang Yasrib berjanji kepada nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan atau di belakang. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barang siapa mematuhi semua itu ia mendapat paha surge, dan kalau ada yang melanggar, maka soalnya kembali kepada Allah. Allah berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa.
Selanjutnya nabi menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al Quran, mengajarkan Islam serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk Yasrib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di yasrib dan jika musim ziarah tiba, iapun berangkat ke Mekah dan menemui nabi Muhammad. Dalam pertemuan itu, Mus’ab menceritakan perkembangan masyarakat muslim Yasrib yang tangguh dan kuat. Berita ini sungguh menggembirakan nabi dan menimbulkan keinginan dalam hati nabi untuk hijrah ke sana.
Pada tahun 622 M, jumlah peziarah Yasrib yang datang ke Mekah berjumlah 75 lima orang, dua orang di antaranya perempuan. Kesempatan ini digunakan nabi melakukan pertemuan rahasia dengan para pemimpin mereka. Pertemuan nabi dengan para pemimpin Yasrib yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq (tidak sama dengan hari tasyriq yang sekarang). Malam itu, nabi Muhammad ditemani oleh pamannya Abbas bin Abdul Muththalib (masih memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang Yasrib, pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai perjanjian Aqabah Kedua. Pada malam itu mereka berikrar kepada nabi sebagai berikut: “kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan celaan siapapun.”
Setelah masyarakat Yasrib menyatakan ikrar mereka, nabi berkata kepada mereka: “pilihkan buat saya dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang menjadi penanggung jawab masyarakatnya”. Mereka memilih Sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kepada dua belas orang itu nabi mengatakan: “kalian adalah penanggung jawab masyarakat kalian seperti pertangungjawaban pengikut-pengikut Isa bin Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah tang bertangung jawab”. Setelah ikrar selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang ditujukan kepada kaum Quraisy, “Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah berkumpul akan memerangi kamu!”. Semua kaget dan terdiam, tiba-tiba Abbas bin Ubadah, salah seorang peserta ikrar, berkata kepada nabi: “demi Allah yang mengutus anda berdasarkan kebenaran, jika nabi mengizinkan, besok penduduk Mina akan kami habisi dengan pedang kami”. Lalu nabi Muhammad menjawab: “Kita tidak diperintahkan untuk itu,kembalilah ke kemah kalian”. Keesokan harinya, mereka bangun pagi-pagi sekali dan segera bergegas pulang ke Yasrib.
  
7.    Hijrah ke Madinah

Peristiwa ikrar Aqabah Kedua ini diketahui oleh orang-orang Quraisy. Sejak itu tekanan, intimidasi dan siksaan terhadap kaum muslimin semakin meningkat. Kenyataaan ini mendorong nabi segera memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Yasrib. Dalam waktu dua bulan saja, hampir seluruh kaum muslimin, sekitar 150 orang telah berangkat ke Yasrib. Hanya Abu bakar dan Ali yang masih menjaga dan membela nabi di Mekah. Akhirnya, nabipun hijrah setelah mendengar rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.
Nabi Muhammad dengan ditemani oleh Abu bakar berhijrah ke Yasrib. Sesampai di Quba, 5 km dari Yasrib, nabipun beristirahat dan tinggal di sana beberapa hari lamanya. Nabi menginap di rumah umi Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang di bangun pada masa Islam yang kemudian dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali datang menyusul nabi, setelah ia menyelesaikan amanah orang-orang kepada nabi yang diserahkan nabi kepadanya pada saat berangkat hijrah.
Ketika nabi memasuki Yasrib, ia dielu-elukan oleh penduduk kota itu dan menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, nama Yasrib diganti dengan Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut dengan Madinatun Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Dikatakan demikian karena memang dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.