ILMU
SEBAGAI PROSEDUR
Oleh: Tu’nas Fuaidah
A.
Pendahuluan
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang
secara langsung tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar
dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada,
sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan kita.
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap
sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami objek yang dihadapinya,
hasil usaha manusia untuk memahami objek tertentu. Ilmu pengetahuan diambil
dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa Latin scientia,
dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari atau mengetahui.
Dan dalam pertumbuhan selanjutnya ilmu mengalami perluasan arti.
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang
terbaca oleh pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu
pengetahuan, aktivitas dan metode. Yang ketiganya merupakan kesatuan logis yang
mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, dan
aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktifitas
metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistemis.
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu sebagai
aktivitas penelitian perlu diurai lebih lanjut agar dapat dipahami berbagai
unsur dan cirinya yang lengkap. Penelitaian sebagai suatu rangkaian aktifitas
mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang
mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan pola ini dalam dunia keilmuan disebut
metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah “metode
ilmiah”. Jadi, Ilmu sebagai prosedur
atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola
kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh
karena itu, bisa dikatakan ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan
kegiatan penelitian yang menggunakan metode ilmiah.
Selanjutnya, untuk dapat memahami ilmu sebagai
prosedur, maka dalam makalah ini penulis akan membahas, pertama
metode-metode memperoleh pengetahuan, kedua pengetahuan ilmiah dan yang ketiga
metode ilmiah.
B. Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
Sebuah
pengetahuan secara umum berkembang antara lain karena manusia memiliki rasa
ingin tahu (curiousity is beginning of knowledge). Hasrat ingin
tahu manusia terpuaskan bila dirinya memperoleh pengetahuan yang benar
(kebenaran) mengenai apa yang dipertanyakan. Di samping itu, ada faktor eksternal,
yaitu dorongan dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupan. Untuk itu manusia menempuh berbagai cara agar keinginan tersebut
terwujud.
Berbagai
tindakan untuk memperoleh pengetahuan secara garis besar dibedakan menjadi dua,
yaitu secara non-ilmiah, yang mencakup : a) akal sehat, b) prasangka, c)
intuisi, d) penemuan kebetulan dan coba-coba, dan e) pendapat otoritas dan
pikiran kritis, serta tindakan secara ilmiah. Usaha yang dilakukan secara
non-ilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan bukan science.
Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan pengetahuan ilmiah
atau ilmu.
Dalam
konsep filsafat Islam, ilmu (yang dalam bahsa Arab al-‘ilm berarti
pengetahuan atau knowledge) bisa diperoleh melalui dua jalan, yaitu jalan kasbi atau khusuli dan jalan ladunni atau khuduri. Jalan kasbi atau khusuli adalah cara berpikir sistemik dan
metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan,
penelitian, percobaan dan penemuan. Sedangkan ilmu ladunni atau hudhuri,
di peroleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya,
tapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya Ilahi dalam qalb, sehingga
semua ilmu pintu terbuka terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang
tersebut memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung.
Menurut
Stanlay dan Thomas C. Hunt yang ditulis dalam buku Jujun S. menjelaskan
bahwa metode dalam mencari pengetahuan ada tiga, yaitu
rasionalisme, empirisme dan metode keilmuan.
1. Rasionalisme
Tidaklah
mudah untuk membuat definisi tentang rasionalisme sebagai suatu metode untuk
memperoleh pengetahuan. Rationalism is the view that the ultimate source of
knowledge is reason. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai
pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran dan merupakan pelengkap bagi akal, serta memandang pengalaman sebagai
bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya untuk memperoleh
kebenaran. Dalam rangka
kerjanya, kelompok yang disebut rasionalis mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun
pengetahuannya.
Plato
memberikan gambaran klasik dari rasionalisme. Dia berdalil bahwa untuk
mempelajari sesuatu, seorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum
diketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada
dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling banyak hanya merangsang ingatan
dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam
pikiran. Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari
ide atau prinsip.
Sedangkan menurut Descrates, dia menganggap bahwa pengetahuan
memang dihasilkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu bisa
menyesatkan (seperti dalam mimpi dan hayalan), maka dia terpaksa mengambil
kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat diandalkan.
Dari penjelasan
di atas terdapat beberapa kritik yang ditujukan pada kaum rasionalisme.
Diantaranya adalah:
a. Pengetahuan
rasional dibentuk oleh yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Sehingga
eksistensi tentang idea yang bersifat sudah pasti maupun bawaan itu sendiri
belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang
sama.
b. Banyak
diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran
yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang
praktis.
c. Teori
rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia
selama ini.
2. Empirisme
Empiricism
is the view that the ultimate source of knowledge is experience.
Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu
ada, dia berkata “tunjukkan hal itu kepada saya“. Dalam persoalan mengenai
fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.
Ada
beberapa aspek yang terdapat dalam teori empiris. Pertama, perbedaan antara
yang mengetahui dan yang diketahui. Yang
mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek, terdapat alam
nyata yang terdiri dari fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang.
Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan
kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan
tentang ada atau tidak adanya sesuatu harus memenuhi persyaratan pengujian
publik. Ketiga, adalah prinsip keteraturan, pengetahuan tentang
alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku
sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan sesuatu terjadi
dimasa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana melukiskan tingkah laku
benda-benda yang sama sekarang. Prinsip keempat, mempergunakan keserupaan.
Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan
pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup jaminan untuk
membuat kesimpulan yang umum mengenai hal itu.
Orang-orang
empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak mengetahui sesuatupun. Apapun
yang kita ketahui itu berasal dari kelima panca indra kita. John Locke bapak
empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan
sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan
itulah di catat pengalaman-pengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal
sebagai jenis tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil
pengindraan tersebut. Sehingga bisa
dikatan bahwa kelompok empiris melihat
bahwa pemahaman manusia hanya terbatas pada pengalamannya.
Selain
rasionalisme, ternyata empirisme juga mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Empirisme
didasarkan kepada pengalaman. Namun, jika dianalisis secara kritis maka
“pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi
sebuah teori yang sistemis.
b. Sebuah
teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indra yang kiranya
melupakan kenyataan bahwa panca indra manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna. Panca indra kita sering menyesatkan. Empirisme tidak mempunyai
perlengkapan untuk membedakan antara hayalan dan fakta.
c. Empirisme
tidak memeberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin,
dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya
diragukan.
d. Kekurangan
lain empirisme ialah karena ia belum terukur, empirisme hanya sampai pada
konsep” yang umum.
3. Metode Keilmuan:
kombinasi antara rasionalisme dan empirisme
Dari
beberapa kritik yang ditujukan pada metode-metode di atas, maka munculah metode
kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada
dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan,
di jelaskan bahwa empirisme merupakan epistemology yang telah mencoba
menjadikan alat indra berperan dalam pengamatan untuk memperoleh keterangan
tentang pengetahuan ilmiah. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian
yang populer ini, karena ilmuan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu,
melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi.
Walaupun demikian
analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan menyingkap kenyataan,
bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih
tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam
memperoleh pengetahuan. Dengan demikian maka berkembanglah
metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dengan induktif yang
merupakan pertemuan antara empirisme dan rasionalisme.
Hal
ini dilakukan para ahli filsafat untuk membedakan antara mana pengetahuan yang
dianggap ilmiah dan mana yang bukan. Sehingga munculah metode ilmiah, sebagai
jawabannya. Disiplin yang menerapkan karakteristik ilmiah akan menghasilkan
pengetahuan ilmiah, sehingga yang tidak menerapkan metode ilmiah ini,
pengetahuannya bisa dianggap bukan merupakan pengetahuan ilmiah.
Walaupun
demikian metode ini juga masih mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Metode
keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketaui manusia,
yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan
teknik keilmuan.
b. Ilmu
memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian. Tiap
tafsiran bisa saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai hipotesis bisa
saja diajukan, sehingga kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan keilmuan
ternyata tidak sejelas apa yang kita duga.
c. Pengetahuan
keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini merupakan
keharusan. Karena pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan
secara tetap harus terus menerus berubah. karena ilmu menyadari bahwa dia tidak
mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, yang tidak
terjangkau oleh kegiatan keilmuan.
Selain beberapa metode di atas, dalam tulisan ini juga
akan dijelaskan beberapa metode untuk memperoleh
pengetahuan yang dianggap populer
menurut para ahli, diantaranya yaitu:
1. Intuisionisme
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang
berupa proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus. Pada diri manusia
intuisi menempati bagian kejiwaan yang sangat sentral, sehingga benar-benar
bersifat batiniah sekali. Dengan kata lain, intuisi merupakan gejala batin yang
sangat pribadi.
Intuisi dianggap dapat menjadi metode memperoleh
pengetahuan karena memalui intuisi manusia mendapati
ilmu secara langsung tidak melalui penalaran tertentu, tapi jelas dan pasti
bagi orang-orang tertentu. Sehingga memlaui intuisi manusia secara tiba-tiba
menemukan jawaban dari masalah yang dihadapinya. Jika dengan tiba-tiba
seseorang tergerak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu
dengan penuh keyakinan, maka itulah dunia intuisi.
Orang sering
bertindak berdasarkan pengetahuan intuitifnya, dan sesering itu pula
pengetahuannya benar. Oleh karena itu, orang perlu melatih kepekaan intuisinya
agar memperoleh peralatan yang lebih lengkap, dan dengan demikian bias
memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap pula. Aliran ini menganggap bahwa banyak
masalah hidup dan kehidupan ini yang tidak bisa dipecahkan dengan akal pikiran
Beberapa kritik terhadap aliran intuisionisme, yaitu:
a. Apa
yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum tentu sama bagi orang lain.
Artinya cara seseorang mendapatkan pengetahuan yang pasti itu, tidak atau belum tentu berlaku bagi
orang lain.
b. Pengetahuan
intuisi ini kebenarannya sulit diukur. Karena berasal dari lapisan hati nurani
seseorang yang tedalam. Benar tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang
tersebut. Oleh karenanya sulit diterangkan kepada orang lain. Orang lain
maksimum hanya bisa
meniru perilakunya yang dianggap sesuai dengan hati nuraninya sendiri.
c. Pengetahuan
ini tergolong pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang mempunyai
pengalaman yang sama
2. Positivisme
Menurut
Adian istilah positivisme pertama kali
digunakan oleh Henri Saint Simon. Istilah “positivisme” kemudian dipopulerkan
oleh Aguste Comte. Istilah itu berasal dari kata “positif”. Dalam prakata Cours
de Philosophie Positive, dia mulai memakai istilah “filsafat positif” dan
terus menggunakannya dengan arti yang konsisten di sepanjang bukunya.
Dengan
“filsafat” dia mengartikan sebagai “sistem umum tentang konsep-konsep manusia”,
sedangkan “ positif “ diartikannya sebagai “teori yang bertujuan untuk
penyusunan fakta-fakta yang teramati.” Dengan kata lain, “positif” sama dengan “faktual”,
atau apa yang berdasarkan fakta-fakta. Dalam hal ini, positivisme menegaskan
bahwa hendaknya tidak melampaui fakta-fakta. Positivisme adalah suatu aliran
filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sebenarnya
aliran positivisme erat kaitannya dengan rasionalisme dan empirisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis dan ada bukti
empirisnya, yang terukur. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak
memungkinkan perbedaan pendapat. Positivisme sudah dapat disetujui untuk
memulai upaya untuk membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur alam.
Ajukan logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur, tetapi bagaimana
caranya? Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan selanjutnya yaitu munculnya
metode ilmiah sebagai alat lain dari kelanjutan positivisme. Beberapa kritik
yang bias diajukan kepada kaum positivism:
a. Meskipun
sudah mulai berupaya menggabungkan cara berpikir empiris dan rasionalis, namun
positivisme belum memiliki tahapan yang jelas dalam penerapannya.
b. Adakalanya
tidak semua bukti empiris bisa terukur.
C. Pengetahuan ilmiah
Menurut Sudarminta pengetahuan ilmiah adalah jenis
pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan menurut Ahmad
Tafsir pengetahuan ilmiah atau dia menyebutnya pengetahuan sain ialah pengetahuan
yang rasional dan di dukung bukti empiris dan metodenya menggunakan metode
ilmiah. Anton Bakker menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan
yang terorganisasi.
Itulah tadi pendapat-pendapat yang dikemukakan para
ahli tentang apa itu pengetahuan ilmiah, sebenarnya masih banyak lagi
pendapat-pendapat yang lain, yang antara ahli satu dan ahli yang lain
masing-masing mempunyai perbedaan dalam mengartikan pengetahuan ilmiah. Namun,
dalam hal ini penulis melihat bahwa perbedaan yang ada tidak begitu mendasar.
Dari bebarapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan
dengan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan
metode ilmiah. Atau dengan kata lain pengetahuan ilmiah bisa juga disebut
dengan ilmu.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok sebagai
berikut: (1) Empiris, (2) Sistematis, (3) Objektif, (4) Analitis, dan (5)
verifikatif.
D. Metode ilmiah
Menurut
Soejono Soemargono, istilah metode berasal dari bahasa Latin methodos,
yang secara umum artinya cara atau jalan untuk
memperoleh pengetahuan sedangkan
metode ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. The
Liang Gie, menyatakan bahwa metode ilmiah adalah prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan
baru atau memper-kembangkan pengetahuan yang telah ada. Dalam beberapa literatur seringkali metode
dipersamakan atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metode, (methode),
pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal
yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah metode kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Menurut Jujun, metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat
disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam apa yang dinamakan metode
ilmiah. Sudarminta menjelaskan bahwa metode ilmiah adalah prosedur atau
langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang
didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba hipotesis serta teori
secara terkendali.
Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
(berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara
empiris.
Selanjutnya, metode ilmiah meliputi suatu rangkaian
langkah yang tertib. Dalam kepustakaan metodologi ilmu tidak ada kesatuan
pendapat mengenai jumlah, bentuk dan urutan langkah yang pasti. Jumlah langkah
merentang dari yang paling sederhana 3 langkah sampai jumlah langkah yang cukup
rumit dan terinci.
Menurut George Abell yang dikutip dalam tulisan Cecep Sumarna, merumuskan metode
ilmiah sebagai suatu prosedur husus dalam ilmu, mencakup 3 langkah berikut:
1. Pengamatan
gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan;
2. Perumusan
pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini, dan yang bersesuaian
dengan kumpulan pengetahuan yang ada;
3. Pengujian
pangkal-pankal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara memadai meramalkan
dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan
yang baru.
The Liang Gie
menjelaskan bahwa ada sebuah prosedur lain yang mencakup delapan
langkah, yaitu:
1. Kenali
bahwa suatu situasi yang tak menentu itu ada. Ini merupakan situasi
bertentangan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan.
2. Nyatakan
masalah itu dalam istilah-istilah spesifik.
3. Rumuskan
suatu hipotesis kerja.
4. Rancangan
suatu metode penyelidikan yang terkendalikan dengan jalan pengamatan atau
dengan jalan percobaan ataupun kedua-duanya.
5. Kumpulkan
dan catat bahan pembuktian atau data kasar.
6. Alihkan
data kasar ini menjadi suatu pernyataan yang mempunyai makna dan kepentingan.
7. Tibalah
pada suatu penegasan yang tampak dapat dipertanggungjawabkan.
8. Satupadukan
penegasan yang dapat dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti merupakan
pengetahuan baru dalam ilmu, dengan kumpulan pengetahuan yang telah mapan.
Walaupun pendapat ahli mengenai metode ilmiah sampai
8 langkah tersebut dimuka dirinci dan dirumuskan secara berbeda-beda, ada 4-5
langkah yang merupakan pola umum yang senantiasa dilaksanakan dalam penelitian,
langkah-langkah baku itu ialah penentuan masalah, perumusan hipotesis atau pangkal
duga bila dianggap perlu, pengumpulan data, penurunan kesimpulan (penarikan deduksi), dan pengujian atau
verivikasi hasil.
1. Penentuan
masalah
Permasalahan
akan menentukan ada atau tidak adanya ilmu. Langkah pertama dalam suatu
penelitian ilmiah adalah mengajukan sesuatu yang dianggap sebagai masalah.
Sesuatu dianggap masalah apabila terdapat pertentangan antara harapan akan
sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang sebenarnya ada.
Permasalahan
dalam ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri. Antara lain:
a.
Dapat dikomunikasikan
b.
Dapat ditangani dengan sikap ilmiah
c.
Dapat ditangani dengan metode ilmiah.
2. Hipotesis
Hipotesis adalah
pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Hubungan hipotesis
ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja atau teori yang merupakan dasar dalam
menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut. Hipotesis diajukan secara khas
dengan dasar coba-coba (trial-and-error). Hipotesis hanya merupakan
dugaan yang beralasan.
3. Pengumpulan
data
Tahap ini merupakan
suatu yang paling dikenal dalam metode keilmuan. Disebabkan oleh banyaknya
metode keilmuan yang diarahkan pada penggumpulan data, maka banyak orang yang
menyamakan keilmuan
dengan pengumpulan fakta. Pengamatan yang teliti yang dimungkinkan oleh
terdapatnya berbagai alat, yang dibuat manusia dengan penuh akal, memberikan
dukungan yang dramatis terhadap konsep keilmuan sebagai suatu prosedur yang
pada dasarnya adalah empiris dan induktif.
4. Penurunan
kesimpulan (penarikan
deduksi)
Pada langkah ini hipotasis menjadi dasar penarikan deduksi atau kesimpulan
mengenai jenis susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu
yang sedang diselidiki.
5. Pengujian
atau verivikasi hasil
Pengujian kebenaran
dalam ilmu berarti mengetes alternatife-alternatif hipotesis dengan pengamatan
kenyataan yang sebenarnya atau lewat percobaan. Dalam hubungan ini maka
keputusan terahir terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung satu
hipotesis, maka hipotesis yang lain dipilih dan proses diulangi kembali. Hakim
yang terkhir dalam hal ini adalah data empiris: kaidah yang bersifat umum atau
hokum, haruslah memenuhi persyaratan atau pengujian empiris
Metode ilmiah yang merupakan suatu prosedur
sebagaimana digambarkan oleh
The Liang Gie, memuat berbagai unsur atau komponen
yang saling berhubungan. Unsur-unsur utama metode ilmiah
menurut The Liang Gie adalah pola prosedural, tata
langkah, teknik, dan instrument.
1.
Pola prosedural,
antara lain terdiri dari :
pengamatan, percobaan, peng-ukuran,
survai, deduksi, induksi, analisis,
dan lain-lain.
2.
Tata langkah, mencakup: penentuan masalah, perumusan
hipotesis (bila perlu), pengumpulan
data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil.
3.
Teknik, antara
lain terdiri dari: wawancara, angket, tes, dan perhitungan dan lain-lain.
4.
Aneka instrumen
yang dipakai dalam metode ilmiah antara
lain: pedoman wawancara, kuesioner, timbangan, meteran, computer dan lain-lain.
E.
Penutup
Terdapat beberapa metode yang yang digunakan manusia
untuk memperoleh pengetahuan, itu dikarenakan adanya hasrat manusia yang selalu
ingin tahu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa cara memperoleh
pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara
non-ilmiah dan ilmiah. metode ilmiah adalah
prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata
langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan.
Usaha yang
dilakukan secara non-ilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan
bukan science. Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan
pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang disusun secara
konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode ilmiah
adalah sebuah teori pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan
jawaban tertentu terhadap suatu pertanyaan. Metode ini menitik beratkan pada
suatu urutan prosedur.
Terdapat berbagai macam langkah yang diajukan oleh
berbagai ilmuwan, tapi terdapat empat sampai lima pola langkah yang secara umum
dipakai. Antara lain: penentuan masalah, perumusan hipotesis bila dianggap
perlu, pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian atau verivikasi
hasil.
Daftar
Pustaka
Adib,
Mohammad, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Adian,
Dony Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer Sebuah Pengantar, Yogyakarta:
Jalasutra Anggota IKAPI. 2006.
Asy’arie,
Musa, Filsafat Islam Sunnah dalam Berpikir, Yogyakarta: LESFI. 2001.
Bakker,
Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius. 2002.
Cardinal, Daniel, Jeremy Hayward and
Gerald Jones, Epistemology the Theory of Knowledge Philosophy in Focus,
London: John Murray. 2007.
Critchley, Simon, Continental
Philosophy A Very Short Introduction, New York: Oxford University Press.
2001.
Gie,
The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty. 2004.
Honer,
Stanley M. dan Thomas C. Hunt, “ Metode dalam Mencari Pengetahuan:
Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan,” dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu
dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2009.
Kattsoff,
Louis O., Pengantar Filsafat, terjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta:
Tiara Wacana. 2004.
Kuntjojo, Filsafat Ilmu (Diktat Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling. Universitas Nusantara PGRI), Kediri. 2009.
Psillos,
Stathis dan Martin Curd, The Routledge Companion To Philosophy of Science,
New York: Routledge. 2008.
Rosenberg,
Alex, Philosophy of Science A Contemporary Introduction Second Edition,
New York: Routledge. 2005.
Scruton,
Roger, A Short History of Modern Philosophy From Descartes to Wittgenstein
Second edition, New York: Routledge.1995.
Soemargono,
Soejono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Nur Cahaya. 1993.
Sudarminta,
J., Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta:
Kanisius. 2002.
Suhartono,
Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Pengetahuan), Jogjakarta: Ar-ruzz. 2005.
Sumarna,
Cecep, Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2006.
Suriasumantri,
Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar
Harapan. 1987.
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006.
No comments:
Post a Comment
trimakasih atas kunjungan dan komentar anda!!!