Thursday, November 25, 2010

Filsafat Ilmu ( Ilmu Sebagai Prosedur )


ILMU SEBAGAI PROSEDUR
Oleh: Tu’nas Fuaidah


A.    Pendahuluan
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi pertanyaan yang muncul dalam kehidupan kita.
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami objek tertentu. Ilmu pengetahuan diambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa Latin scientia, dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari atau mengetahui. Dan dalam pertumbuhan selanjutnya ilmu mengalami perluasan arti.
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca oleh pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu pengetahuan, aktivitas dan metode. Yang ketiganya merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, dan aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistemis.
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu sebagai aktivitas penelitian perlu diurai lebih lanjut agar dapat dipahami berbagai unsur dan cirinya yang lengkap. Penelitaian sebagai suatu rangkaian aktifitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan pola ini dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah “metode ilmiah”. Jadi, Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, bisa dikatakan ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang menggunakan metode ilmiah.
Selanjutnya, untuk dapat memahami ilmu sebagai prosedur, maka dalam makalah ini penulis akan membahas, pertama metode-metode memperoleh pengetahuan, kedua pengetahuan ilmiah dan yang ketiga metode ilmiah.

B.     Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
Sebuah pengetahuan secara umum berkembang antara lain karena manusia memiliki rasa ingin tahu (curiousity is beginning of knowledge). Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan bila dirinya memperoleh pengetahuan yang benar (kebenaran) mengenai apa yang dipertanyakan. Di samping itu, ada faktor eksternal, yaitu dorongan dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan. Untuk itu manusia menempuh berbagai cara agar keinginan tersebut terwujud.
Berbagai tindakan untuk memperoleh pengetahuan secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu secara non-ilmiah, yang mencakup : a) akal sehat, b) prasangka, c) intuisi, d) penemuan kebetulan dan coba-coba, dan e) pendapat otoritas dan pikiran kritis, serta tindakan secara ilmiah. Usaha yang dilakukan secara non-ilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan bukan science. Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Dalam konsep filsafat Islam, ilmu (yang dalam bahsa Arab al-‘ilm berarti pengetahuan atau knowledge) bisa diperoleh melalui dua jalan, yaitu jalan kasbi atau  khusuli dan jalan ladunni  atau khuduri. Jalan kasbi atau  khusuli adalah cara berpikir sistemik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Sedangkan ilmu ladunni atau hudhuri, di peroleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya, tapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya Ilahi dalam qalb, sehingga semua ilmu pintu terbuka terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang tersebut memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung.
 Menurut Stanlay dan Thomas C. Hunt yang ditulis dalam buku Jujun S. menjelaskan bahwa metode dalam mencari pengetahuan ada tiga, yaitu rasionalisme, empirisme dan metode keilmuan.
1.      Rasionalisme
Tidaklah mudah untuk membuat definisi tentang rasionalisme sebagai suatu metode untuk memperoleh pengetahuan. Rationalism is the view that the ultimate source of knowledge is reason. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran dan merupakan pelengkap bagi akal, serta memandang pengalaman sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka kerjanya, kelompok yang disebut rasionalis mendasarkan diri pada  cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya.
Plato memberikan gambaran klasik dari rasionalisme. Dia berdalil bahwa untuk mempelajari sesuatu, seorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling banyak hanya merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran. Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari ide atau prinsip.
Sedangkan menurut Descrates, dia menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan hayalan), maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat diandalkan.
Dari penjelasan di atas terdapat beberapa kritik yang ditujukan pada kaum rasionalisme. Diantaranya adalah:
a.       Pengetahuan rasional dibentuk oleh yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Sehingga eksistensi tentang idea yang bersifat sudah pasti maupun bawaan itu sendiri belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama.
b.      Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
c.       Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini.
2.      Empirisme
Empiricism is the view that the ultimate source of knowledge is experience. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia berkata “tunjukkan hal itu kepada saya“. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.
Ada beberapa aspek yang terdapat dalam teori empiris. Pertama, perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui.  Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek, terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu harus memenuhi persyaratan pengujian publik. Ketiga, adalah prinsip keteraturan, pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan sesuatu terjadi dimasa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana melukiskan tingkah laku benda-benda yang sama sekarang. Prinsip keempat, mempergunakan keserupaan. Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang umum mengenai hal itu.
Orang-orang empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak mengetahui sesuatupun. Apapun yang kita ketahui itu berasal dari kelima panca indra kita. John Locke bapak empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah di catat pengalaman-pengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal sebagai jenis tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut.  Sehingga bisa dikatan bahwa kelompok empiris  melihat bahwa pemahaman manusia hanya terbatas pada pengalamannya.
Selain rasionalisme, ternyata empirisme juga mendapatkan kritik, yang antara lain:
a.       Empirisme didasarkan kepada pengalaman. Namun, jika dianalisis secara kritis maka “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori yang sistemis.
b.      Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indra yang kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Panca indra kita sering menyesatkan. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara hayalan dan fakta.
c.       Empirisme tidak memeberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan.
d.      Kekurangan lain empirisme ialah karena ia belum terukur, empirisme hanya sampai pada konsep” yang umum.
3.      Metode Keilmuan: kombinasi antara rasionalisme dan empirisme
Dari beberapa kritik yang ditujukan pada metode-metode di atas, maka munculah metode kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan, di jelaskan bahwa empirisme merupakan epistemology yang telah mencoba menjadikan alat indra berperan dalam pengamatan untuk memperoleh keterangan tentang pengetahuan ilmiah. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer ini, karena ilmuan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi.  Walaupun demikian analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan menyingkap kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Dengan demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dengan induktif yang merupakan pertemuan antara empirisme dan rasionalisme.
Hal ini dilakukan para ahli filsafat untuk membedakan antara mana pengetahuan yang dianggap ilmiah dan mana yang bukan. Sehingga munculah metode ilmiah, sebagai jawabannya. Disiplin yang menerapkan karakteristik ilmiah akan menghasilkan pengetahuan ilmiah, sehingga yang tidak menerapkan metode ilmiah ini, pengetahuannya bisa dianggap bukan merupakan pengetahuan ilmiah.
Walaupun demikian metode ini juga masih mendapatkan kritik, yang antara lain:
a.       Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketaui manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan.
b.      Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian. Tiap tafsiran bisa saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai hipotesis bisa saja diajukan, sehingga kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan keilmuan ternyata tidak sejelas apa yang kita duga.
c.       Pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini merupakan keharusan. Karena pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap harus terus menerus berubah. karena ilmu menyadari bahwa dia tidak mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, yang tidak terjangkau oleh kegiatan keilmuan.
Selain beberapa metode di atas, dalam tulisan ini juga akan dijelaskan beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan yang dianggap populer menurut para ahli, diantaranya yaitu:
1.      Intuisionisme
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus. Pada diri manusia intuisi menempati bagian kejiwaan yang sangat sentral, sehingga benar-benar bersifat batiniah sekali. Dengan kata lain, intuisi merupakan gejala batin yang sangat pribadi.
Intuisi dianggap dapat menjadi metode memperoleh pengetahuan karena memalui intuisi manusia mendapati ilmu secara langsung tidak melalui penalaran tertentu, tapi jelas dan pasti bagi orang-orang tertentu. Sehingga memlaui intuisi manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari masalah yang dihadapinya. Jika dengan tiba-tiba seseorang tergerak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu dengan penuh keyakinan, maka itulah dunia intuisi.
Orang sering bertindak berdasarkan pengetahuan intuitifnya, dan sesering itu pula pengetahuannya benar. Oleh karena itu, orang perlu melatih kepekaan intuisinya agar memperoleh peralatan yang lebih lengkap, dan dengan demikian bias memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap pula. Aliran ini menganggap bahwa banyak masalah hidup dan kehidupan ini yang tidak bisa dipecahkan dengan akal pikiran
Beberapa kritik terhadap aliran intuisionisme, yaitu:
a.       Apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum tentu sama bagi orang lain. Artinya cara seseorang mendapatkan pengetahuan yang pasti itu, tidak atau belum tentu berlaku bagi orang lain.
b.      Pengetahuan intuisi ini kebenarannya sulit diukur. Karena berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang tedalam. Benar tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang tersebut. Oleh karenanya sulit diterangkan kepada orang lain. Orang lain maksimum hanya bisa meniru perilakunya yang dianggap sesuai dengan hati nuraninya sendiri.
c.       Pengetahuan ini tergolong pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang mempunyai pengalaman yang sama
2.      Positivisme
Menurut Adian  istilah positivisme pertama kali digunakan oleh Henri Saint Simon. Istilah “positivisme” kemudian dipopulerkan oleh Aguste Comte. Istilah itu berasal dari kata “positif”. Dalam prakata Cours de Philosophie Positive, dia mulai memakai istilah “filsafat positif” dan terus menggunakannya dengan arti yang konsisten di sepanjang bukunya.
Dengan “filsafat” dia mengartikan sebagai “sistem umum tentang konsep-konsep manusia”, sedangkan “ positif “ diartikannya sebagai “teori yang bertujuan untuk penyusunan fakta-fakta yang teramati.” Dengan kata lain, “positif” sama dengan “faktual”, atau apa yang berdasarkan fakta-fakta. Dalam hal ini, positivisme menegaskan bahwa hendaknya tidak melampaui fakta-fakta. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sebenarnya aliran positivisme erat kaitannya dengan rasionalisme dan empirisme. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis dan ada bukti empirisnya, yang terukur. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya untuk membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur alam. Ajukan logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur, tetapi bagaimana caranya? Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan selanjutnya yaitu munculnya metode ilmiah sebagai alat lain dari kelanjutan positivisme. Beberapa kritik yang bias diajukan kepada kaum positivism:
a.       Meskipun sudah mulai berupaya menggabungkan cara berpikir empiris dan rasionalis, namun positivisme belum memiliki tahapan yang jelas dalam penerapannya.
b.      Adakalanya tidak semua bukti empiris bisa terukur.

C.    Pengetahuan ilmiah
Menurut Sudarminta pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir pengetahuan ilmiah atau dia menyebutnya pengetahuan sain ialah pengetahuan yang rasional dan di dukung bukti empiris dan metodenya menggunakan metode ilmiah. Anton Bakker menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang terorganisasi.
Itulah tadi pendapat-pendapat yang dikemukakan para ahli tentang apa itu pengetahuan ilmiah, sebenarnya masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain, yang antara ahli satu dan ahli yang lain masing-masing mempunyai perbedaan dalam mengartikan pengetahuan ilmiah. Namun, dalam hal ini penulis melihat bahwa perbedaan yang ada tidak begitu mendasar. Dari bebarapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan dengan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Atau dengan kata lain pengetahuan ilmiah bisa juga disebut dengan ilmu.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok sebagai berikut: (1) Empiris, (2) Sistematis, (3) Objektif, (4) Analitis, dan (5) verifikatif.

D.    Metode ilmiah
Menurut Soejono Soemargono, istilah metode berasal dari bahasa Latin methodos, yang secara umum artinya cara atau jalan untuk  memperoleh pengetahuan sedangkan metode ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. The Liang Gie, menyatakan bahwa metode ilmiah adalah  prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memper-kembangkan pengetahuan yang telah ada.  Dalam beberapa literatur seringkali metode dipersamakan atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metode, (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah metode kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Menurut Jujun, metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Sudarminta menjelaskan bahwa metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba hipotesis serta teori secara terkendali.
Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Selanjutnya, metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib. Dalam kepustakaan metodologi ilmu tidak ada kesatuan pendapat mengenai jumlah, bentuk dan urutan langkah yang pasti. Jumlah langkah merentang dari yang paling sederhana 3 langkah sampai jumlah langkah yang cukup rumit dan terinci.
Menurut George Abell yang dikutip dalam tulisan Cecep Sumarna, merumuskan metode ilmiah sebagai suatu prosedur husus dalam ilmu,  mencakup 3 langkah berikut:
1.      Pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan;
2.      Perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini, dan yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada;
3.      Pengujian pangkal-pankal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan yang baru.
The Liang Gie menjelaskan bahwa ada sebuah prosedur lain yang mencakup delapan langkah, yaitu:
1.      Kenali bahwa suatu situasi yang tak menentu itu ada. Ini merupakan situasi bertentangan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan.
2.      Nyatakan masalah itu dalam istilah-istilah spesifik.
3.      Rumuskan suatu hipotesis kerja.
4.      Rancangan suatu metode penyelidikan yang terkendalikan dengan jalan pengamatan atau dengan jalan percobaan ataupun kedua-duanya.
5.      Kumpulkan dan catat bahan pembuktian atau data kasar.
6.      Alihkan data kasar ini menjadi suatu pernyataan yang mempunyai makna dan kepentingan.
7.      Tibalah pada suatu penegasan yang tampak dapat dipertanggungjawabkan.
8.      Satupadukan penegasan yang dapat dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti merupakan pengetahuan baru dalam ilmu, dengan kumpulan pengetahuan yang telah mapan.
Walaupun pendapat ahli mengenai metode ilmiah sampai 8 langkah tersebut dimuka dirinci dan dirumuskan secara berbeda-beda, ada 4-5 langkah yang merupakan pola umum yang senantiasa dilaksanakan dalam penelitian, langkah-langkah baku itu ialah penentuan masalah, perumusan hipotesis atau pangkal duga bila dianggap perlu, pengumpulan data, penurunan kesimpulan (penarikan deduksi), dan pengujian atau verivikasi hasil.
1.      Penentuan masalah
Permasalahan akan menentukan ada atau tidak adanya ilmu. Langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan sesuatu yang dianggap sebagai masalah. Sesuatu dianggap masalah apabila terdapat pertentangan antara harapan akan sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang sebenarnya ada.
Permasalahan dalam ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri. Antara lain:
a.       Dapat dikomunikasikan
b.      Dapat ditangani dengan sikap ilmiah
c.       Dapat ditangani dengan metode ilmiah.
2.      Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Hubungan hipotesis ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja atau teori yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut. Hipotesis diajukan secara khas dengan dasar coba-coba (trial-and-error). Hipotesis hanya merupakan dugaan yang beralasan.
3.      Pengumpulan data
Tahap ini merupakan suatu yang paling dikenal dalam metode keilmuan. Disebabkan oleh banyaknya metode keilmuan yang diarahkan pada penggumpulan data, maka banyak orang yang menyamakan keilmuan dengan pengumpulan fakta. Pengamatan yang teliti yang dimungkinkan oleh terdapatnya berbagai alat, yang dibuat manusia dengan penuh akal, memberikan dukungan yang dramatis terhadap konsep keilmuan sebagai suatu prosedur yang pada dasarnya adalah empiris dan induktif.
4.      Penurunan kesimpulan (penarikan deduksi)
Pada langkah ini hipotasis menjadi dasar penarikan deduksi atau kesimpulan mengenai jenis susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang diselidiki.
5.      Pengujian atau verivikasi hasil
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternatife-alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau lewat percobaan. Dalam hubungan ini maka keputusan terahir terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung satu hipotesis, maka hipotesis yang lain dipilih dan proses diulangi kembali. Hakim yang terkhir dalam hal ini adalah data empiris: kaidah yang bersifat umum atau hokum, haruslah memenuhi persyaratan atau pengujian empiris
Metode ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkan oleh The Liang Gie, memuat berbagai unsur atau komponen yang saling berhubungan. Unsur-unsur utama metode ilmiah menurut The Liang Gie adalah pola prosedural, tata langkah, teknik, dan instrument.
1.      Pola prosedural, antara lain terdiri dari : pengamatan, percobaan, peng-ukuran, survai, deduksi, induksi, analisis, dan lain-lain.
2.      Tata langkah, mencakup: penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil.
3.      Teknik, antara lain terdiri dari: wawancara, angket, tes, dan perhitungan dan lain-lain.
4.      Aneka instrumen yang dipakai dalam metode ilmiah antara lain: pedoman wawancara, kuesioner, timbangan, meteran, computer dan lain-lain.
E.     Penutup
Terdapat beberapa metode yang yang digunakan manusia untuk memperoleh pengetahuan, itu dikarenakan adanya hasrat manusia yang selalu ingin tahu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa cara memperoleh pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara non-ilmiah dan ilmiah. metode ilmiah adalah  prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan.
Usaha yang dilakukan secara non-ilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan bukan science. Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode ilmiah adalah sebuah teori pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan jawaban tertentu terhadap suatu pertanyaan. Metode ini menitik beratkan pada suatu urutan prosedur.
Terdapat berbagai macam langkah yang diajukan oleh berbagai ilmuwan, tapi terdapat empat sampai lima pola langkah yang secara umum dipakai. Antara lain: penentuan masalah, perumusan hipotesis bila dianggap perlu, pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian atau verivikasi hasil.
Daftar Pustaka

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Adian, Dony Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI. 2006.
Asy’arie, Musa, Filsafat Islam Sunnah dalam Berpikir, Yogyakarta: LESFI. 2001.
Bakker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius. 2002.
Cardinal, Daniel, Jeremy Hayward and Gerald Jones, Epistemology the Theory of Knowledge Philosophy in Focus, London: John Murray. 2007.
Critchley, Simon, Continental Philosophy A Very Short Introduction, New York: Oxford University Press. 2001.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty. 2004.
Honer, Stanley M. dan Thomas C. Hunt, “ Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan,” dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2009.
Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, terjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana. 2004.
Kuntjojo, Filsafat Ilmu (Diktat Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling. Universitas Nusantara PGRI), Kediri. 2009.
Psillos, Stathis dan Martin Curd, The Routledge Companion To Philosophy of Science, New York: Routledge. 2008.
Rosenberg, Alex, Philosophy of Science A Contemporary Introduction Second Edition, New York: Routledge. 2005.
Scruton, Roger, A Short History of Modern Philosophy From Descartes to Wittgenstein Second edition, New York: Routledge.1995.
Soemargono, Soejono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Nur Cahaya. 1993.
Sudarminta, J., Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius. 2002.

Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan), Jogjakarta: Ar-ruzz. 2005.
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2006.
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan. 1987.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006.


No comments:

Post a Comment

trimakasih atas kunjungan dan komentar anda!!!