Saturday, January 8, 2011

Perguruan Tinggi Islam di Era Global


PERGURUAN TINGGI ISLAM
DI ERA GLOBAL

Oleh: Tu’nas Fuaidah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.[1] Sehingga merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan potensi agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Era globalisasi membuka mata kita untuk melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya agar tiak tertinggal dari yang lain.[2]
Mempersiapkan suatu masyarakat yang mampu bersaing merupakan salah satu tugas perguruan tinggi yang berkembang saat ini. Masing-masing Perguruan Tinggi dengan segala keterbatasannya dituntut untuk menawarkan berbagai kiat dan ketrampilan yang diperkirakan akan bermanfaat bagi masyarakat dalam memasuki era globalisasi, sehingga mereka nantinya tidak menjadi masyarakat yang tertinggal dibanding dengan masyarakat yang memiliki daya saing yang tinggi. Dalam mencapai maksud tersebut, berbagai program ditawarkan, yang orientasi ahlinya adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM), yang merupakan kunci utama dalam menghadapi daya saing yang tinggi tersebut. Meskipun demikian tidak semua Perguruan Tinggi mampu menawarkan program yang seimbang bagi pengembangan SDM yang meliputi berbagai aspek, terutama aspek moral.[3]
B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas tersebut, maka beberapa permasalahan yang berkaitan langsung dengannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa saja ciri-ciri dan dampak globalisasi?
2.      Bagaimana keunggulan PTAI di era global?
3.      Bagaimana peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi?
4.      Problem-problem apa saja yang dihadapi PTAI?
C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:
  1. Mengetahui ciri-ciri dan dampak negatif globalisasi itu.
  2. Mengetahui keunggulan PTAI di era global
  3. Mengetahui peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi
  4. Mengetahui problem yang dihadapi PTAI
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ciri-ciri dan Dampak Negatif Globalisasi
1.      Ciri-ciri Globalisasi
Secara umum pergaulan global yang terjadi saat ini dan masa-masa yang akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai berikut:
-          Terjadi pergeseran; dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi, dari keseimbangan kekuatan (balance power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest)
-          Hubungan antar negara /bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke arah saling tergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar (bargaining position)
-          Batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara dan komunitas dalam interaksinya dengan negara (komunitas lain) ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komoeratif (comperative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage)
-          Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan.
-          Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak efisien.[4]
2.      Dampak negatif globlalisasi
Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia sungguh tidak dapat dipuingkiri. Namun, aspek kemanfaatan itu tidak harus melalaikan kita dari dampak negatif yang ditimbulkannya, dampak negatif tersebut meliputi:
-          Pemiskinan nilai spiritual, tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.
-          Sebagian manusia seakan-akan mengalami kejatuhan dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyah menjadi pemandu kehidupan.
-          Peran agama digeser menjadi urusan aherat sedangkan urusan dunia menjadi wewenang sains (sekulastik)
-          Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan.
-          Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme, birokratisme dan otoriterisme.
-          Individualistik. Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit terkecil pengambil keputusan. Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, tidak lagi bertanggung jawab pada keluarga. Ikatan moral dalam keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga yang teramat tradisional.[5]
-          Terjadinya frustasi eksitensial dengan ciri-cirinya: Pertama, hasrat yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang mencari kenikmatan, yang biasanya tercermin dalam perilaku yang berlebihan untuk mengumpulkan uang, untuk bekerja, dan kenikmatan seksual. Kedua, kehampaan eksistensial berupa perasaan serba hampa, tak berarti hidupnya, dan lain-lain. Ketiga, neuroris neogenik; perasaan hidup tanpa arti, bosan, apatis, tak mempunyai tujuan dan sebagainya.[6]
-          Akibat globalisasi informasi, manusia akan menghadpai tantangan globalisasi nilai, apa yang diterima melalui informasi oleh sebagian orang dikukuhkan menjadi nilai yang dianggap baik, terutama oleh generasi atau kelompok yang belum memegang nilai agama dan nilai sosial dan budaya dengan kuat. Sehingga, sebagian orang terutama generasi muda boleh jadi akan kehilangan kreatifitas, karena kenikmatan kemajuan. Sehingga apabila uncul tantangan, mereka akan mengalami keterlanjutan.[7]
B.     Beberapa Problem yang dihadapi PTAI[8]
  1. Raw input
Banyaknya peraturan-peraturan pemerintah, maka lembaga-lembaga pendidikan yang ada dituntut untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang dimaksud. Madrasah mulai dari tingkat dasar sampai menengah disebut dengan sekolah yang berciri khas Islam. Penanaman ini mengandung konsekuensi bahwa kurikulumnya sama dengan kurikulum sekolah dan ditambah dengan ciri khas Islam.
Untuk Madrasah Aliyah Umum (MAN), kurikulumnya sama persis dengan Sekolah Umum (SMU), yakni yang terdiri dari 3 program: IPA, IPS, dan Bahasa. Dari pembagian program tersebut dapat diambil kesimpulan:
a.       Siswa MAN tidak dipersiapkan secara akademik untuk memasuki Perguruan Tinggi Islam.
b.      Kesiapan mental siswa MAN juga bukan ditempa untuk memasuki Perguruan Tinggi Islam
Bertolak dari 2 asumsi di atas, maka secara kuantitatif tidak mustahil akan berkurangnya minat siswa MAN untuk memasuki PTAI. Selain itu, seandainya mereka memasuki PTAI, permasalahan yang mendasar adalah ilmu-ilmu basic keagamaan dan bahasa arab yang mereka miliki lemah.
  1. Tenaga Pengajar
Secara umum kuantitas tenaga pengajar PTAI belum mencapai rasio yang ideal antara perbandingan jumlah dosen dengan mahasiswa. Dari segi kualitas-bila kualitas-ditujukan kepada derajat pendidikan dosen, memang masih terdapat kesenjangan antara tenaga dosen yang berpendidikan S1, S2, S3. sebab yang mendominasi pendidikan S1.
  1. Out put
Masalah yang sering muncul adalah tentang lapangan kerja, dan persoalan ini tidak hanya dialami oleh alumni PTAI saja, tetapi hampir seluruh alumni perguruan tinggi. Oleh karena itu, PTAI harus memberikan ketrampilan berwiraswasta kepada mahasiswanya.
  1. Proses belajar mengajar
Proses belajar mengajar ini tergantung pada dua hal pokok, pertama sarana dan fasilitas, kedua ketrampilan tenaga pengajar, sampai sekarang masalah pertama pada umumnya baru terpenuhi pada hal-hal bersifat primer. Sedangkan masalah ketrampilan mengajar sikap mental adalah salah satu yang paling menentukan kesuksesan belajar-mengajar.
  1. Kurikulum
Permasalahan yang diusahakan pada kurikulum PTAI ini, perlu dipersulit. Sehingga mata kuliah yang betul-betul terarah kepada pembentukan indikator-indikator individu yang diciptakan. Tumpang tindih dalam pembahasan bidang ilmu-ilmu agama sering muncul, dan dapay disajikan dalam bentuk yang utuh. Selain itu, perlu diprogram jenis ketrampilan yang mungkin dapat diwujudkan.

C.    Peran PTAI dalam Penegakan Nilai-nilai Moral di Era Globalisasi
Dalam era globalisasi di mana arus informasi sangat deras dan cepat, tidak dapat disangkal lagi bahwa peperangan ideologi akan merambah setiap negara. Secara psikologis setiap individu dan setiap masyarakat akan mencari identitasnya dalam komunitas dunia. Dunia Islam pernah menajdi promotor dalam kebudayaan dunia pada masa keemasannya, namun kondisi itu berbalik saat ini.
Muhammad Quth mengatakan:
Agaknya untuk dimengerti bahwa realitas kontemporer komunitas muslim dewasa ini yang terburuk sepanjang sejarahnya, tidak perlu memeras otak dan mengerahkan tenaga besar. Demikian halnya pula jika ingin mengerti kondisi buruk kaum muslimin yang bahkan keadaannya lebih memprihatinkan dari pada Jahiliyah yang mengepungnya. Jahiliyah kontemporer dalam banyak hal kelihatan berada di puncak  dengan segala kegagahannya, sementara kehidupan komunitas muslim berada pada posisi pinggir, berputar dalam rotasi Jahiliyah modern.

Lebih lanjut Muhammad Qutb menyatakan bahwa kemunduran yang dialami umat Islam ialah karena ia telah meninggalkan agamanya. Meskipun diantara umat Islam masih mendengungkan dengan setia kalimat tauhidnya namun, keislamannya telah rusak sehingga kalimat tauhid yang diucapkannya hanya vertibalitas belaka sehinghga kemudian ibadah yang dilakukan hanya rutinitas dan tradisi.[9]
Perkembangan masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, menggiring masyarakat ke dalam kehidupan materialis dan cenderung sekular dengan memisahkan sektor kehidupan dunia dari agama.
Dengan kata lain, kekayaan khazanah Islam tidak akan memiliki arti apabila tidak dilakukan internalisasi nilai-nilai Islam itu dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dalam hal internalisasi nilai-nilai ini setidaknya ada 3 pendekatan yang telah dikembangkan dalam khazanah pengembangan moral. Tiga pendekatan tersebut berada dalam dua dimensi yang telah dipergunakan untuk mendefinisikan hakekat dari suatu keputusan moral. Dimensi-dimensi itu adalah:
1)      Isinya digunakan dalam membuat satu keputusan moral, yaitu nilai-nilai, tradisi dan lain-lain.
2)      Hakekat proses berfikir yang digunakan untuk mengorganisasi nilai-nilai ini dan untuk membuat keputusan.
Untuk itu semua intuisi, fasilitas dan sarana yang adal di dalam masyarakat Islam harus digunakan, terlebih lagi perguruan tinggi agama Islam sebagai wahana tertinggi dalam kajian dan pendidikan Islam.
Di sinilah tantangan terbesar bagi PTAI, yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islam yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi ini.[10]
Pendidikan merupakan kunci utama dalam hal ini, tentu saja internalisasi Islam tersebut tidak akan dapat diwujudkan bila ia hanya mengandalkan pendidikan formal, setiap sektor pendidikan formal, non-formal dan informal, harus difungsikan secara integral.
Diantara jalan ini untuk merealisasikan perwujudan hamba Allah yang berkesinambungan tersebut, perlu dirumuskan kebijakan pendidikan umat yang mampu membentuk, mengembangkan dan melaksanakan penghayatan sumber-sumber agama, alam dan sejarah serta pengamalan kemampuan dan ketrampilannya untuk mencapai kesejahteraan dan peningkatan peradilan Islam.[11]

Perguruan tinggi Islam memiliki prospek yang cerah dalam proses ini, sebab salah satu modal yang dimiliki umat Islam dibidang pendidikan ialah kesadaran dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai materi program pendidikan dan sebagai sumber nilai.[12]
Lebih jauh dalam upaya menciptakan masyarakat yang menjiwai norma-norma agama diharapkan setiap Perguruan Tinggi Agama Islam dapat menanamkan dan mengembangkan prinsip-prinsip moral Islam, sesuai misi Rasul, ÇäãÇ ÈÆËÊ áÇ Êãã ãßÇÑã ÇáÇÎáÇÞ  sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Tuntutan masa depan bagi Perguruan Tinggi Agama Islam adalah menghasilkan alumni yang memiliki moral yang tinggi serta kedalaman ilmu pengetahuan. Dalam pada itu secara intuisi, Perguruan Tinggi Agama Islam diharap dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara internal di lingkungan kampus dan dapat menyebarluarkannya di masyarakat.[13]

D.    Keunggulan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
Ciri khas yang menandai Perguruan Tinggi Agama Islam terlihat secara jelas pada beban studi yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang dihasilkannya. Sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia (SDM), Perguruan Tinggi Agama Islam secara konsisten berupaya menghasilkan produk yang memiliki berbagai kompetensi. Diantaranya kompetensi akademik yang berkaitan dengan metodologi keilmuan, kompetensi profesional yang menyangkut dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan, dan kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap persoalan yang berkembang.
Sasaran ini tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan sekaligus memenuhi panggilan al-Qur'an yang memotivasi penajaman intelektual. Dengan demikian, idealnya, SDM yang dihasilkan lembaga pendidikan tinggi Islam memiliki kualitas yang handal dan mampu bersaing di tengah masyarakat. Selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM yang merupakan kunci kemampuan daya saing yang tinggi, Perguruan Tinggi Agama Islam juga dibangun sebagai wahana untuk alih teknologi dan pengembangannya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat. SDM yang dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan memiliki keunggulan dalam pengembangan keilmuan serta keluhuran moral.
1.      Kedalaman ilmu
Sebagai wahana alih teknologi dan pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada pengembnagan kajian dan penelitian terhadap tiga ayat Tuhan secara simultan, yaitu:
a)      al-ulum an-Naqliyah
b)      al-ulum al-Kauniyah
c)      al-ulum al-insaniyah
Dengan kondisi yang demikian, lembaga tinggi agama Islam mampu mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menghadapi era globalisasi
2.      Keluhuran Moral
Selain aspek intelektual, Perguruan Tinggi Agama Islam sangat mementingkan aspek moral, sehingga lembaga ini peka terhadap problematika yang dihadapi umat serta turut serta membanmtu mencarikan jalan keluarganya. Dalam hal ini, lembaga pendidikan tinggi Islam melalui tugas pokoknya, melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian pada masyarakat dapat melaksanakan berbagai jenis partisipasi yang bersifat moral, baik dalam bentuk pemikiran dan gagasan, tenaga, kemahiran dan ketrampilan.
Partisipasi optiomal yang diberikan lembaga pendidikan tinggi Islam diharapkan dapat memberi arah yang jelas terhadap perkembangannya dan perubahan yang terjadi, serta dapat mewujudkan kemslahatan maysrakat dalam mempersiapkan diri memasuki era globalisasi.[14]


BAB III
PENUTUP

A.  Penutup
Alhamdulillah ahirnya pembahasan makalah ini telah terselesaikan. Saya juga menyadari  bahwa dalam makalah ini masih mengandung kekurangan , walaupun telah diupayakan sebaik mungkin. Oleh karena , itu saran dan kritik masih saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan saya khususnya
B.  Kesimpulan
  1. Peguruan tinggi agama Islam mempunyai peran penting. Yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islami yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi 
  2. Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia memang tak dapat dipungkiri. Namun, banyak juga dampak negatif yang ditimbulkanya.
  3.  Perguruan tinggi agama Islam mempunyai beberapa keunggulan . Yaitu, selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM, tapi juga dibangun sbagai wahana untuk alih teknologi dan pengembanganya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat.
  4. Dalam perkembanganya, Perguruan Tinggi Islam memiliki beberapa hambatan yang harus dihadapi ketika bersaing dengan Perguruan Tinggi umum lainya.


DAFTAR PUSTAKA
Bastamam, Hanna Djumhara, "Dimensi Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994
Dahlan, Alwi, Memahami Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, Jakarta: BP-7 Pusat, 1998
Darajat, Zakiah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Daulai, Haidar, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan Islam. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi
Dawam Rahardjo (Ed), Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Jakarta; Intermasa, 1997
Harahap Syahrin (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998
Lutfi, A.M., Membangun Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), Jakarta: Intermasa: 1997
Matondang, Yakub, Perguruan Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998
Nasution, Lutfi I., Indonesia di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, Makalah: 1997
Qutb, Muhammad, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho, Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991
Saefuddin, A.M., "Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, Yogyakarta: Supress, 1993
Sanaky, Hujair AH, Paradigma Pendidikan Islam,  Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003 


















[1]Hujair an Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam,  (Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003) hal: 4 
[2] Zakiah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal: 29
[3] Yakub Matondang, Perguruan Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hal: 3
[4] Lutfi I. Nasution, Indonesia di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, (Makalah: 1997)
[5] A.M. Saefuddin, "Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, (Yogyakarta: Supress, 1993)
[6]Hanna Djumhara Bastamam, "Dimensi Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994), hal: 18-19
[7]Alwi Dahlan, Memahami Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, (Jakarta; BP-7 Pusat, 1998)
[8]Haidar Daulai, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan Islam. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi
[9] Muhammad Qutb, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho (Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991), hal: 289-290
[10]Yaqub Matondang, Ibid, hal: 14-17
[11] A.M. Lutfi, Membangun Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), (Jakarta: Intermasa: 1997), hal: 31
[12] Ibid, hal: 32
[13] Yakub Matondang, Ibid, hal: 19
[14] Yakub Matondang, Ibid, hal: 4-5

No comments:

Post a Comment

trimakasih atas kunjungan dan komentar anda!!!