PERGURUAN TINGGI ISLAM
DI ERA GLOBAL
Oleh: Tu’nas
Fuaidah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sistem dan cara untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.[1]
Sehingga merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan
potensi agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Era globalisasi membuka mata kita untuk
melihat ke masa depan yang penuh tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang
tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada selalu ingin meningkatkan
kualitas dirinya agar tiak tertinggal dari yang lain.[2]
Mempersiapkan suatu masyarakat yang mampu
bersaing merupakan salah satu tugas perguruan tinggi yang berkembang saat ini.
Masing-masing Perguruan Tinggi dengan segala keterbatasannya dituntut untuk
menawarkan berbagai kiat dan ketrampilan yang diperkirakan akan bermanfaat bagi
masyarakat dalam memasuki era globalisasi, sehingga mereka nantinya tidak
menjadi masyarakat yang tertinggal dibanding dengan masyarakat yang memiliki
daya saing yang tinggi. Dalam mencapai maksud tersebut, berbagai program
ditawarkan, yang orientasi ahlinya adalah pengembangan sumber daya manusia
(SDM), yang merupakan kunci utama dalam menghadapi daya saing yang tinggi
tersebut. Meskipun demikian tidak semua Perguruan Tinggi mampu menawarkan
program yang seimbang bagi pengembangan SDM yang meliputi berbagai aspek,
terutama aspek moral.[3]
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di
atas tersebut, maka beberapa permasalahan yang berkaitan langsung dengannya
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja ciri-ciri dan dampak globalisasi?
2. Bagaimana keunggulan PTAI di era global?
3. Bagaimana peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era
globalisasi?
4. Problem-problem apa saja yang dihadapi PTAI?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan yang ingin dicapai dalam makalah ini
adalah:
- Mengetahui ciri-ciri dan dampak negatif globalisasi itu.
- Mengetahui keunggulan PTAI di era global
- Mengetahui peranan PTAI dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi
- Mengetahui problem yang dihadapi PTAI
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ciri-ciri dan Dampak Negatif Globalisasi
1. Ciri-ciri Globalisasi
Secara umum pergaulan global yang terjadi
saat ini dan masa-masa yang akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai
berikut:
-
Terjadi pergeseran; dari
konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi,
dari keseimbangan kekuatan (balance power) ke arah keseimbangan kepentingan
(balance of interest)
-
Hubungan antar negara
/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke
arah saling tergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primordial
berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar (bargaining
position)
-
Batas-batas geografi hampir
kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara dan komunitas dalam
interaksinya dengan negara (komunitas lain) ditentukan oleh kemampuannya
memanfaatkan keunggulan komoeratif (comperative advantage) dan keunggulan
kompetitif (competitive advantage)
-
Persaingan antar negara
sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara terpaksa
menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan.
-
Terciptanya budaya dunia
yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang
secara ekonomi dianggap tidak efisien.[4]
2. Dampak negatif globlalisasi
Manfaat yang diperoleh umat Islam dari
globalisasi dunia sungguh tidak dapat dipuingkiri. Namun, aspek kemanfaatan itu
tidak harus melalaikan kita dari dampak negatif yang ditimbulkannya, dampak
negatif tersebut meliputi:
-
Pemiskinan nilai spiritual,
tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak produktif)
dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.
-
Sebagian manusia
seakan-akan mengalami kejatuhan dari makhluk spiritual menjadi makhluk
material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyah menjadi pemandu kehidupan.
-
Peran agama digeser menjadi
urusan aherat sedangkan urusan dunia menjadi wewenang sains (sekulastik)
-
Tuhan hanya hadir dalam
pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan.
-
Gabungan ikatan primordial
dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme, birokratisme dan
otoriterisme.
-
Individualistik. Keluarga
pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit terkecil pengambil keputusan.
Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, tidak lagi bertanggung
jawab pada keluarga. Ikatan moral dalam keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap
sebagai lembaga yang teramat tradisional.[5]
-
Terjadinya frustasi
eksitensial dengan ciri-cirinya: Pertama, hasrat yang berlebihan untuk
berkuasa, bersenang-senang mencari kenikmatan, yang biasanya tercermin dalam
perilaku yang berlebihan untuk mengumpulkan uang, untuk bekerja, dan kenikmatan
seksual. Kedua, kehampaan eksistensial berupa perasaan serba hampa, tak
berarti hidupnya, dan lain-lain. Ketiga, neuroris neogenik; perasaan
hidup tanpa arti, bosan, apatis, tak mempunyai tujuan dan sebagainya.[6]
-
Akibat globalisasi
informasi, manusia akan menghadpai tantangan globalisasi nilai, apa yang
diterima melalui informasi oleh sebagian orang dikukuhkan menjadi nilai yang
dianggap baik, terutama oleh generasi atau kelompok yang belum memegang nilai
agama dan nilai sosial dan budaya dengan kuat. Sehingga, sebagian orang
terutama generasi muda boleh jadi akan kehilangan kreatifitas, karena
kenikmatan kemajuan. Sehingga apabila uncul tantangan, mereka akan mengalami
keterlanjutan.[7]
B. Beberapa Problem yang dihadapi PTAI[8]
- Raw input
Banyaknya peraturan-peraturan pemerintah,
maka lembaga-lembaga pendidikan yang ada dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan peraturan-peraturan yang dimaksud. Madrasah mulai dari tingkat dasar
sampai menengah disebut dengan sekolah yang berciri khas Islam. Penanaman ini
mengandung konsekuensi bahwa kurikulumnya sama dengan kurikulum sekolah dan
ditambah dengan ciri khas Islam.
Untuk Madrasah Aliyah Umum (MAN),
kurikulumnya sama persis dengan Sekolah Umum (SMU), yakni yang terdiri dari 3
program: IPA, IPS, dan Bahasa. Dari pembagian program tersebut dapat diambil
kesimpulan:
a. Siswa MAN tidak dipersiapkan secara akademik untuk memasuki
Perguruan Tinggi Islam.
b. Kesiapan mental siswa MAN juga bukan ditempa untuk memasuki
Perguruan Tinggi Islam
Bertolak dari 2 asumsi di atas, maka
secara kuantitatif tidak mustahil akan berkurangnya minat siswa MAN untuk
memasuki PTAI. Selain itu, seandainya mereka memasuki PTAI, permasalahan yang
mendasar adalah ilmu-ilmu basic keagamaan dan bahasa arab yang mereka miliki
lemah.
- Tenaga Pengajar
Secara umum kuantitas tenaga pengajar PTAI
belum mencapai rasio yang ideal antara perbandingan jumlah dosen dengan
mahasiswa. Dari segi kualitas-bila kualitas-ditujukan kepada derajat pendidikan
dosen, memang masih terdapat kesenjangan antara tenaga dosen yang berpendidikan
S1, S2, S3. sebab yang mendominasi pendidikan S1.
- Out put
Masalah yang sering muncul adalah tentang
lapangan kerja, dan persoalan ini tidak hanya dialami oleh alumni PTAI saja,
tetapi hampir seluruh alumni perguruan tinggi. Oleh karena itu, PTAI harus
memberikan ketrampilan berwiraswasta kepada mahasiswanya.
- Proses belajar mengajar
Proses belajar mengajar ini tergantung
pada dua hal pokok, pertama sarana dan fasilitas, kedua ketrampilan tenaga
pengajar, sampai sekarang masalah pertama pada umumnya baru terpenuhi pada
hal-hal bersifat primer. Sedangkan masalah ketrampilan mengajar sikap mental
adalah salah satu yang paling menentukan kesuksesan belajar-mengajar.
- Kurikulum
Permasalahan yang diusahakan pada
kurikulum PTAI ini, perlu dipersulit. Sehingga mata kuliah yang betul-betul
terarah kepada pembentukan indikator-indikator individu yang diciptakan.
Tumpang tindih dalam pembahasan bidang ilmu-ilmu agama sering muncul, dan dapay
disajikan dalam bentuk yang utuh. Selain itu, perlu diprogram jenis ketrampilan
yang mungkin dapat diwujudkan.
C. Peran PTAI dalam Penegakan Nilai-nilai Moral di Era
Globalisasi
Dalam era globalisasi di mana arus
informasi sangat deras dan cepat, tidak dapat disangkal lagi bahwa peperangan
ideologi akan merambah setiap negara. Secara psikologis setiap individu dan
setiap masyarakat akan mencari identitasnya dalam komunitas dunia. Dunia Islam
pernah menajdi promotor dalam kebudayaan dunia pada masa keemasannya, namun
kondisi itu berbalik saat ini.
Muhammad Quth mengatakan:
Agaknya
untuk dimengerti bahwa realitas kontemporer komunitas muslim dewasa ini yang
terburuk sepanjang sejarahnya, tidak perlu memeras otak dan mengerahkan tenaga
besar. Demikian halnya pula jika ingin mengerti kondisi buruk kaum muslimin
yang bahkan keadaannya lebih memprihatinkan dari pada Jahiliyah yang
mengepungnya. Jahiliyah kontemporer dalam banyak hal kelihatan berada di puncak dengan segala kegagahannya, sementara
kehidupan komunitas muslim berada pada posisi pinggir, berputar dalam rotasi
Jahiliyah modern.
Lebih lanjut Muhammad Qutb menyatakan
bahwa kemunduran yang dialami umat Islam ialah karena ia telah meninggalkan
agamanya. Meskipun diantara umat Islam masih mendengungkan dengan setia kalimat
tauhidnya namun, keislamannya telah rusak sehingga kalimat tauhid yang
diucapkannya hanya vertibalitas belaka sehinghga kemudian ibadah yang dilakukan
hanya rutinitas dan tradisi.[9]
Perkembangan masyarakat dari masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri, menggiring masyarakat ke dalam kehidupan
materialis dan cenderung sekular dengan memisahkan sektor kehidupan dunia dari
agama.
Dengan kata lain, kekayaan khazanah Islam
tidak akan memiliki arti apabila tidak dilakukan internalisasi nilai-nilai
Islam itu dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dalam hal internalisasi
nilai-nilai ini setidaknya ada 3 pendekatan yang telah dikembangkan dalam
khazanah pengembangan moral. Tiga pendekatan tersebut berada dalam dua dimensi
yang telah dipergunakan untuk mendefinisikan hakekat dari suatu keputusan
moral. Dimensi-dimensi itu adalah:
1) Isinya digunakan dalam membuat satu keputusan moral, yaitu
nilai-nilai, tradisi dan lain-lain.
2) Hakekat proses berfikir yang digunakan untuk mengorganisasi
nilai-nilai ini dan untuk membuat keputusan.
Untuk itu semua intuisi, fasilitas dan
sarana yang adal di dalam masyarakat Islam harus digunakan, terlebih lagi
perguruan tinggi agama Islam sebagai wahana tertinggi dalam kajian dan
pendidikan Islam.
Di sinilah tantangan terbesar bagi PTAI,
yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islam
yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi ini.[10]
Pendidikan merupakan kunci utama dalam hal
ini, tentu saja internalisasi Islam tersebut tidak akan dapat diwujudkan bila
ia hanya mengandalkan pendidikan formal, setiap sektor pendidikan formal,
non-formal dan informal, harus difungsikan secara integral.
Diantara
jalan ini untuk merealisasikan perwujudan hamba Allah yang berkesinambungan
tersebut, perlu dirumuskan kebijakan pendidikan umat yang mampu membentuk,
mengembangkan dan melaksanakan penghayatan sumber-sumber agama, alam dan
sejarah serta pengamalan kemampuan dan ketrampilannya untuk mencapai
kesejahteraan dan peningkatan peradilan Islam.[11]
Perguruan tinggi Islam memiliki prospek
yang cerah dalam proses ini, sebab salah satu modal yang dimiliki umat Islam
dibidang pendidikan ialah kesadaran dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai
materi program pendidikan dan sebagai sumber nilai.[12]
Lebih jauh dalam upaya menciptakan masyarakat
yang menjiwai norma-norma agama diharapkan setiap Perguruan Tinggi Agama Islam
dapat menanamkan dan mengembangkan prinsip-prinsip moral Islam, sesuai misi
Rasul, ÇäãÇ ÈÆËÊ áÇ Êãã ãßÇÑã
ÇáÇÎáÇÞ sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak.
Tuntutan masa depan bagi Perguruan Tinggi
Agama Islam adalah menghasilkan alumni yang memiliki moral yang tinggi serta
kedalaman ilmu pengetahuan. Dalam pada itu secara intuisi, Perguruan Tinggi
Agama Islam diharap dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara
internal di lingkungan kampus dan dapat menyebarluarkannya di masyarakat.[13]
D. Keunggulan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
Ciri khas yang menandai Perguruan Tinggi
Agama Islam terlihat secara jelas pada beban studi yang ditawarkan kepada
mahasiswa dan produk yang dihasilkannya. Sebagai wahana pengembangan sumber
daya manusia (SDM), Perguruan Tinggi Agama Islam secara konsisten berupaya
menghasilkan produk yang memiliki berbagai kompetensi. Diantaranya kompetensi
akademik yang berkaitan dengan metodologi keilmuan, kompetensi profesional yang
menyangkut dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas
kehidupan, dan kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap
persoalan yang berkembang.
Sasaran ini tentu saja sangat sesuai
dengan tuntutan perkembangan zaman dan sekaligus memenuhi panggilan al-Qur'an
yang memotivasi penajaman intelektual. Dengan demikian, idealnya, SDM yang
dihasilkan lembaga pendidikan tinggi Islam memiliki kualitas yang handal dan
mampu bersaing di tengah masyarakat. Selain sebagai wahana yang berorientasi
kepada peningkatan kualitas SDM yang merupakan kunci kemampuan daya saing yang
tinggi, Perguruan Tinggi Agama Islam juga dibangun sebagai wahana untuk alih teknologi
dan pengembangannya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan
problematika umat. SDM yang dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan
memiliki keunggulan dalam pengembangan keilmuan serta keluhuran moral.
1. Kedalaman ilmu
Sebagai wahana alih teknologi dan
pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada
pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam memfokuskan diri pada
pengembnagan kajian dan penelitian terhadap tiga ayat Tuhan secara simultan,
yaitu:
a) al-ulum an-Naqliyah
b) al-ulum al-Kauniyah
c) al-ulum al-insaniyah
Dengan kondisi yang demikian, lembaga
tinggi agama Islam mampu mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dalam menghadapi era globalisasi
2. Keluhuran Moral
Selain aspek intelektual, Perguruan Tinggi
Agama Islam sangat mementingkan aspek moral, sehingga lembaga ini peka terhadap
problematika yang dihadapi umat serta turut serta membanmtu mencarikan jalan
keluarganya. Dalam hal ini, lembaga pendidikan tinggi Islam melalui tugas
pokoknya, melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian pada
masyarakat dapat melaksanakan berbagai jenis partisipasi yang bersifat moral,
baik dalam bentuk pemikiran dan gagasan, tenaga, kemahiran dan ketrampilan.
Partisipasi optiomal yang diberikan
lembaga pendidikan tinggi Islam diharapkan dapat memberi arah yang jelas
terhadap perkembangannya dan perubahan yang terjadi, serta dapat mewujudkan
kemslahatan maysrakat dalam mempersiapkan diri memasuki era globalisasi.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Alhamdulillah ahirnya pembahasan makalah ini telah terselesaikan. Saya
juga menyadari bahwa dalam makalah ini
masih mengandung kekurangan , walaupun telah diupayakan sebaik mungkin. Oleh
karena , itu saran dan kritik masih saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Saya berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan saya khususnya
B. Kesimpulan
- Peguruan tinggi agama Islam mempunyai peran penting. Yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islami yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi
- Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia memang tak dapat dipungkiri. Namun, banyak juga dampak negatif yang ditimbulkanya.
- Perguruan tinggi agama Islam mempunyai beberapa keunggulan . Yaitu, selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM, tapi juga dibangun sbagai wahana untuk alih teknologi dan pengembanganya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat.
- Dalam perkembanganya, Perguruan Tinggi Islam memiliki beberapa hambatan yang harus dihadapi ketika bersaing dengan Perguruan Tinggi umum lainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Bastamam, Hanna Djumhara, "Dimensi
Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V
tahun 1994
Dahlan, Alwi, Memahami
Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, Jakarta: BP-7 Pusat, 1998
Darajat, Zakiah, et. al. Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Daulai, Haidar, IAIN di
Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan Islam. Dalam
Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi
Dawam Rahardjo (Ed), Pendekatan
Pemerataan Pembangunan, Jakarta; Intermasa, 1997
Harahap Syahrin (Ed), Perguruan
Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998
Lutfi, A.M., Membangun
Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu
Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), Jakarta: Intermasa:
1997
Matondang, Yakub, Perguruan
Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam
Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1998
Nasution, Lutfi I., Indonesia
di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, Makalah: 1997
Qutb, Muhammad, Ru'yah
Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho, Darul Wathon
li'an-Nasyri, 1991
Saefuddin, A.M., "Nilai-nilai
dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah
Agenda, Yogyakarta: Supress, 1993
Sanaky, Hujair AH, Paradigma
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safira
Insani Press, 2003
[1]Hujair
an Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003) hal:
4
[2]
Zakiah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hal: 29
[3]
Yakub Matondang, Perguruan Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral
Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi
Islam di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hal: 3
[4]
Lutfi I. Nasution, Indonesia di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan
dan Harapan, (Makalah: 1997)
[5]
A.M. Saefuddin, "Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual di Abad 21"
dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, (Yogyakarta: Supress, 1993)
[6]Hanna
Djumhara Bastamam, "Dimensi Spiritual dalam Psikologi
Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994), hal: 18-19
[7]Alwi
Dahlan, Memahami Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, (Jakarta;
BP-7 Pusat, 1998)
[8]Haidar
Daulai, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut Pendidikan
Islam. Dalam Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era
Globalisasi
[9]
Muhammad Qutb, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu
Ridho (Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991), hal: 289-290
[10]Yaqub
Matondang, Ibid, hal: 14-17
[11]
A.M. Lutfi, Membangun Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan
Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo
(Ed), (Jakarta: Intermasa: 1997), hal: 31
[12]
Ibid, hal: 32
[13]
Yakub Matondang, Ibid, hal: 19
[14]
Yakub Matondang, Ibid, hal: 4-5
No comments:
Post a Comment
trimakasih atas kunjungan dan komentar anda!!!